PIIP!
Handphone Yura berbunyi sangat nyaring. Diliriknya hp nya itu sebentar saja untuk
melihat siapa pengirimnya.. “Tody!”, bisiknya sambil kemudian menyambar hp nya
itu.
‘kayaknya nanti malem gue bakal diputusin cewe gue’
Yura mengkerutkan kening karena keheranan. “Kenapa ni anak
tiba-tiba sms kayak gini?”, katanya sambil mengetik balasan untuk Tody.
‘kenapa lo ngomong gitu? Tau darimana lo? Semoga aja ngga,
positive thinking aja dulu.’ Sent!
Tidak ada balasan lagi, Yura melanjutkan kegiatan awalnya
yang sedang membuat laporan tugas praktik. Dia terus bekerja tanpa di ganggu
oleh sms lainnya, sampai tiba waktunya pulang dari tempat PKL.
***
Mata
Yura terasa sangat berat, padahal waktu masih menunjukkan pukul 21.00, mungkin
dia kelelahan. Radio di kamarnya terus memutar lagu-lagu sendu, membuat suasana
semakin mengantuk. Hampir saja matanya benar-benar terpejam, tiba-tiba
terdengar suara ibunya. “Ra, ada Tody tuh!”.
Spontan
mata Yura terbelalak kembali, malah jantungnya berdebar, entah karena kaget
dibangunkan atau kaget karena kedatangan Tody malam-malam kerumahnya. Dia pun
bergegas mencuci muka dan turun ke bawah untuk menemui sahabatnya itu.
“Hey
tod, abis mandi dimana lo malem-malem gini?”, guraunya karena melihat Tody
basah kuyup, padahal dia tau itu pasti karena hujan. Tampang Tody tidak
menunjukkan dia sedang mood untuk bercanda, jadi Yura cepat-cepat memberinya
minuman.
“Lo
kenapa? Gimana tadi? Abis dari rumah Ammi?”
“Gue
diputusin!”
Mulut Yura langsung menganga, matanya langsung melotot. Tapi
kok, hatinya sedikit merasa lega. Ah, mungkin karena Yura memang kasian dengan
sahabatnya itu yang selama ini kalau bercerita selalu mengatakan tidak pernah
dihargai oleh pacarnya itu. Walaupun Yura belum pernah bertemu sama sekali
dengan Ammi, pacarnya Tody, lebih tepat mantannya sekarang ini, tapi Yura
merasa gadis itu memang tidak begitu baik untuk orang sebaik Tody. Tapi dia
tidak pernah berani mengutarakan apa-apa karena takut terlibat lebih jauh lagi.
Dan sekarang, dia harus menampung curhat sahabatnya yang entah sedang merasa
sedih atau lega.
“Gimana bisa? Emang lo salah apa lagi?”
“Iya sebenarnya gue udah feeling banget dari seminggu ini.
Dan waktu minta gue buat ke rumahnya malam ini, gue udah firasat kalau dia mau
mutusin gue. Ngga secara langsung sih, dia Cuma nanya awalnya ‘emang mau punya
pacar yang sibuk kerja, jarang ketemu’ ah pokonya basa-basi gitu. Langsung aja
gue tembak ‘bilang aja langsung Mi ada apa? Kenapa ngomong kayak gitu?’ terus
dia bilang ‘Iya kita masing-masing aja dulu ya.’ Dia bilang gitu..”
“kenapa tiba-tiba dia bilang gitu? Masa alasannya Cuma
karena dia sibuk dan kalian jarang ketemu? Kalau masih sayang ya buat apa
putus.”
“Iya gue juga bingung makanya langsung aja gue tanya ‘aku
ngga keberatan kalaupun dia sibuk dan jarang ketemu. Kalau Cuma karena itu aku
ngga mau putus’ tapi dia malah bilang ‘sebenernya Ammi ngga enak sama kamu,
soalnya kamu pernah bilang kalau udah bosen sama cewe bakal langsung ninggalin,
sejak itu perasaan aku ke kamu berubah..bla..bla..bla’ dia malah ngurai semua
kesalahan gue yang dulu-dulu. Semuanya dia keluarin tadi ampe gue ngga bisa
ngomong apa-apa karena gue pikir selama ini ya dia ngerasa aman-aman aja sama
gue. Dan yang paling gue ngenes waktu gue tanya ‘jadi selama ini kamu bilang
sayang itu apa?’ dia jawab apa coba?”
“Apa? Cepetan deh ah, kayak ujian aja kudu ditebak segala”
“Dia bilang ‘Cuma pura-pura’, gitu katanya. Pedih banget
hati gue”
“Hahahaha. Masa sih tuh cewek bilang kayak gitu? Tega amat.”
“Kenapa lo malah ketawa?”
“Ngga apa-apa, lucu aja liat lo ditipu gitu. Kasian juga sih
gue sama lo. Dari sejak gue sering denger cerita lo sama cewek lo itu gue emang
ngerasa kayaknya dia ga bener-bener juga tuh sama lo. Masa ada orang yang
katanya sayang tapi nganggurin cowoknya berjam-jam diruang tamu sendirian
sedangkan dia asik-asikan telepon sama cowok lain. Dan lo juga diem aja
digituin. Gemes gue jadinya”
“Gue ampir nangis waktu dia mutusin gue tadi. Mana dia juga
langsung meluk gue dan nangis juga.”
“Hah? Lo nangis? Emang sesayang itukah lo sama dia? Dia juga
nangis? Berarti dia masih sayang dong sama lo? Kenapa ngga lo tolak aja ajakan
putusnya?”
“Ampir! Gue emang masih sayang sama dia tapi gue sakit hati
juga sama omongannya soal kesalahan-kesalahan gue yang dulu. Kenapa ngga bilang
dari dulu, jadi bisa gue perbaiki. Ngga tau kenapa dia nangis, kasian sama gue
kali.”
“Hahahaha!”
“Ketawa lagi ini anak gila.”
“Abis emang kasian banget jadi lu. Hh.. “
Kriiiinnggg! Tiba-tiba handphone Tody berbunyi. Cowok itu
langsung mengangkat teleponnya. Dia nampak bercakap-cakap dengan penghuni
rumahnya. Selesai menutup telepon, wajahnya langsung berubah semakin masam.
“Kenapa lo?, tanya Yura.
“Rumah gue kebanjiran, ngga bisa pulang jadinya. Disuruh
nyari tumpangan di rumah temen aja.”, kata Tody dengan wajah yang semakin
sedih.
“Ckckckckcck… ahahahah, Tody… Tody.. malang sekali nasibmu
hari ini, Nak! Ya udah nginep di rumah Dinyo aja.”
“Kejauhan.. Lagian dia susah dihubungi. Gue sms sodara gue
aja deh yang rumahnya deket situ.”
Tody nampak tenang dengan handphonenya, dia sedang mengetik
sms sepertinya. Tapi tak berapa lama dia kembali pada percakapannya bersama
Yura. Mukanya semakin kusut saja, badannya yang basah membuat Yura merasa ikut
sedih melihat keadaan sahabatnya itu. Gadis itu pun berusaha menghiburnya.
“Ya udah Tod, mungkin Ammi bukan yang terbaik buat lo. Masih
ada cewek baik yang bisa menghargai cowok sebaik lo. Percaya aja itu! Hehehe.
Sedih sih wajar, tapi lo jangan mau diperbudak sama perasaan juga. Walaupun lo
sayang sama dia, coba pikirkan apa yang pernah dia lakuin sama lo biar lo juga
bisa cepet lupa dan nyari penggantinya. Gue pasti dukung lo, doain lo. Gue juga
ngga enak kalau sahabat gue diperlakukan kayak gitu sama ceweknya. Kalau lo mau
cewek cantik, lebih baik cari cewek yang bener-bener lo cintai karena hati,
dengan sendirinya cewek itu bisa jadi cantik di mata dan hati lo.”
“Hahahaha, bisa juga lo ngomong kayak gitu.”, sekarang
giliran Tody yang tertawa.
“Eh gue gini-gini penasehat cinta yang handal. Lo sih curhat
sama guenya baru-baru ini. Dulu-dulu mana mau cerita lo sama gue, nganggap gue
ada aja ngga pernah kayaknya.”
“Siapa bilang gue nggak nganggap lo? Eh, dulu-dulu tuh gue
sering merhatiin lu kali.”
“hahaha, jangan bilang dulu lu suka sama gue lagi?”
“Iya, dan sekarang jangan bilang lu yang suka sama gue.”
“Hahahahaha!”
“Eh, gue nginep sini aja ya?”, kata Tody tiba-tiba.
“Eh?”, Yura nampak bingung. “Bilangnya langsung sama ortu
gue aja deh, kalau gue sih sok aja.”
Tody pun mengumpulkan segenap keberanian untuk meminta ijin
pada kedua orang tua Yura untuk menginap dirumahnya. Entah angin apa yang
membawa pemuda itu menjadi cukup berani dan ternyata diijinkan. Tody bernafas
dengan lega, dan Yura diam-diam tersenyum senang. Dengan sigap gadis itu
langsung mengambilnya baju ganti dan selimut untuk Tody. Dan dengan bangganya
dia memberikan selimutnya yang bau petapa ngga mandi 10 tahun. Tody dan Yura
pun tidur di masing-masing kamarnya, dengan perasaan yang mereka bawa
masing-masing.
Di kamar Yura tersenyum sendiri. Dia pun merasa heran kenapa
dia begitu senang dengan berita putusnya Tody. Perasaan itu datang lagi,
pertanyaan itu datang lagi “Apa iya gue suka sama Tody?”. Tapi langsung dia
tepis sendiri. Dan untuk menghilangkan perasaan itu cepat-cepat, dia pun kembali
berusaha mengumpulkanr rasa kantuk yang tadi sempat hilang karena kedatangan
Tody. Akhirnya tidur juga…
***
Sudah berlalu seminggu hari dari kejadian Tody diputuskan
pacarnya itu. Yura dan Tody belum bertemu lagi, belum berhubungan lagi. Yura
pikir mungkin Tody sedang tidak punya bahan untuk diceritakan makanya dia tidak
menghubunginya sama sekali. Siang itu dia sedang di tempat PKL nya dan sedang
bermain games di komputernya. Tiba-tiba ada sms masuk, seperti biasa, gadis itu
melirik hp nya terlebih dahulu. Tody! Dibacanya langsung sms itu.
‘Ntar malem gue kerumah lo lagi ya.’ Yura langsung membalas,
tentu saja dengan jawaban ‘Ya’ karena mau mengakui atau tidak itu adalah yang
diharapkan Yura. Dia menjadi tidak sabar menunggu waktu pulang. Sampai-sampai
begitu jam pulang tiba, dia tidak banyak melakukan hal lain selain bergegas
pulang kerumahnya. Dan diam tenang dirumah menunggu kedatangan sahabatnya itu.
Waktu terus berlalu, hujan mulai mereda, dan Tody pun datang
tepat pukul 20.00. kali ini Yura yang menyambutnya langsung, bukan ibunya. Tody
masuk dengan setengah basah kuyup namun dengan tampang lebih setengah sumringah
dibanding waktu itu. Yura langsung mempersilahkan sahabatnya itu masuk.
“Ada cerita apalagi Tod? Hehehe”, Yura langsung saja
menembak Tody dengan pertanyaan inti tanpa memberinya minum terlebih dahulu.
“Di luar hujan, tapi di rumah lo kemarau ya?”, sindiri Tody.
Wajah Yura langsung masam, dia pun mengambil air ke dapur sambil nyengir. Lalu
diserahkannya segelas air yang langsung diteguk oleh Tody begitu saja.
“Ammi ngajak balikan.”
“Hah?”, ekspresi Yura tidak jauh berbeda dengan ketika dia
mendengar Tody diputuskan seminggu yang lalu. Entah kenapa hatinya malah merasa
tertusuk. Tapi Yura langsung memasang tampang senangnya.
“Wah, bagus dong. Itu kan harepan lo.”
“Iya. Tapi…”
“Kenapa? Jangan bilang lu nolak dia?”
“Iya gue tolak.”
Yura terdiam, tidak ada komentar. Dia ingin tersenyum tapi
dia tahan, hatinya merasa terobati dengan cepat. Dia kembali menunggu Tody
bercerita.
“Sehari setelah mutusin gue, Ammi langsung berubah sikap.
Dia lebih intens sms gue, malah kita udah beberapa kali jalan minggu ini, dan
selalu dia yang ajak. Gue juga awalnya ngga ngerti kenapa dia malah jadi baik
setelah kita putus. Eh, taunya waktu hari apa gitu, dia nyuruh gue maen
kerumahnya lagi dan disana dia ngajak balikan.”
“Oh gitu.. terus kenapa lo tolak?”
“Iya waktu itu gue masih ragu, jadi gue bilang belum bisa
balikan sekarang.”
“Nyesel?”, tanya Yura berharap jawaban Tody “Ngga”, tapi..
“Iya, gue nyesel, makanya dua hari kemudian gue balik
kerumahnya dan ngajak dia balikan. Tapi tau apa yang terjadi? Ternyata dia udah
jadian sama cowo lain. Dan dia terima karena cowok itu bilang langsung sama
orangtuanya.”
“Wah? Jadinya lo gimana sama dia sekarang?”
“Tetep balikan.”
Mendengar kalimat itu, entah apa yang Yura rasakan. Yang
jelas dia merasa dadanya sesak. Ada perasaan sakit yang tidak dia mengerti.
Perasaan yang sedari dulu di tepis, dia tolak dalam hati dan pikirannya. Dia
merasa dirinya tidak mungkin menyukai sahabatnya itu. Seharusnya Yura senang
Tody mendapatkan kembali gadis yang memang sangat disayanginya.
“Lo jadi selingkuhannya?”, tanya Yura ragu-ragu.
“Gue ngga tau. Gue bingung, dia sih bilangnya masih sayang
sama gue dan ngga sayang sama cowok barunya ini. Dia tetap mau jalan sama gue.
Lagian cowok barunya itu jauh.”
“Oh.”, hanya itu yang bisa Yura katakan. Ada kekecewaan
dalam hatinya, kenapa sahabatnya itu mau dijadikan yang kedua. Tapi itu adalah
hak Tody, dan dia sekarang semakin sadar dia dan Tody hanya bisa bersahabat,
mungkin perasaannya salah pada cowok itu.
Tody pun pulang setelah selesai bercerita, tidak menginap
seperti waktu itu. Sendangkan Yura langsung terdiam di kamarnya, merenungkan
cerita Tody tadi.
Cowok itu, apa sih
yang ada dalam pikirannya? Seiistimewa itukan cewek yang namanya Ammi itu di
mata Tody? Ammi emang cantik, tapi kok dia ampe mau digituin sama cewek sih?
Orang sebaik dia ngga pantes diperlakukan kayak gitu. Gue tau, Tody lebih bisa
bahagia dengan cewek yang bisa ngehargain keberadaan dia, kayak gue. Eh? Kayak
gue? Emang gue kanapa?
Yura langsung garuk-garuk kepala untuk membuyarkan
pikirannya. Dia mengambil minum dan menenggaknya sampai habis. Segala hal dia
lakukan untuk mengalihkan perhatian dari apa yang dia pikirkan sekarang. Tapi
beberapa saat dia diam, teringat apa yang diceritakan Tody, tiba-tiba saja Yura
menangis. Terdengar lagu ‘You Belong With Me’ dari radionya. Akhirnya Yura
tidak bisa menolak apa yang dia rasakan dan dia pikirikan.
Gue cemburu, gue sakit
hati kenapa Tody harus balik sama cewek itu. Gue… gue sayang sama dia, tapi dia
ngga pernah sadar itu. Dan gue rasa itu ngga boleh terjadi. Mana mungkin Tody
melirik ke arahnya. Jelas-jelas dia udah nemuin apa yang dia mau. Tapi gue ngga
bisa terima kalau Tody Cuma dijadiin selingan. Wake up Tod!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar