Selasa, 27 Januari 2015

Kue Lumpur Labu Siam

Kapan hari kita nonton acara makan besar di trans7. Mereka bikin kue lumpur raksasa, trs aku nyeletuk "Wah kangen kue lumpur. Makanan kesukaan aku itu ay", trs suami malah bingung "Kue lumpur? Kue apa itu?"

Iiih kuper banget ya laki gw kagak tahu kue lumpur. Tp emang kue kampung sih. Hahaha. Tapi enak banget rasanya..

Nah karena obrolan itu, akhirnya iseng2, coba2 bikin sendiri. Dan taraaa..


Abaikan bentuk, wlo ga jelas gitu, rasanya enaaakk.. maklum ya masih anak rantau dan masih ngontrak begini peralatan masaknya ga lengkap, ga punya panggangan. #kodemintabeliinsuami

Langsung re to the sep, resepnya aja yaaa..

Bahan:
1. 8 potong besar labu siam
2. 4 sdm penuh terigu
3. 1 sch santan kara kcl
4. 1 sdm mentega cair
5. 2 sdm gula pasir
6. 1/4 sdt soda kue
7. 1 sdm maizena

Cara bikinnya:
1. Rebus labu sampai empuk, lalu tumbuk halus
2. Campurkan semua bahan. Aduk rata dengan sendok aja
3. Kalau punya panggangan, cetak di cetakan cupcake lalu panggang
4. Kalau ga punya panggangan, cara primitif aja panaskan teflon yg diberi sedikit mentega. Ambil 1 sdm adonan lalu cetak di beberapa bagian.  Sampai terlihat mengembang, balikan adonan. Tunggu sampai matang!. Jadiii deehh


Selamat mencobaaaa!!!😄😄


Yanti Kusmayanti
Tahuna, 27 Januari 2015

Rabu, 21 Januari 2015

Tanjung Bira, Pantai Surga di Kaki Sulawesi

Tanjung Bira, nama tempat wisata di Sulawesi Selatan yang sebetulnya masih asing di telingaku. Awal tahun ini kebetulan suami dapat tugas kantor di Makassar selama 3 hari dari tanggal 12-14 Januari 2015. Karena perjalanan pulang ke Tahuna yang sangat panjang, sayang rasanya menghabiskan sisa weekday di perjalanan, toh kami pasti sampai ke Tahuna Jumat siang. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang hari Sabtu 17 Januari 2015.

Perjalanan ke Tanjung Bira ini sungguh tidak direncanakan. Awalnya karena ada 2 rekan kerja suami, Nisa dan Bayu yang mengajak kami untuk liburan singkat ke pantai di Makassar yang memang letak kota ini di pinggiran laut. Karena kami memang suka travelling, tanpa pikir panjang kami pun setuju ikut mereka berlibur singkat dengan gaya "gembel" alias backpacker.

PERJALANAN KE TANJUNG BIRA
Akhirnya Kamis tgl 15 Januari 2015 pagi kami memulai perjalanan dari Mawang dengan taksi Bosowa, taksi paling terpercaya di Makassar. Saran deh, kalau ke Makassar jangan naek taksi selain Bosowa. Sang supir yang sudah kami hubungi sebelumnya mengantar kami ke terminal Malengkeri yang tak jauh dari daerah Mawang dengan tarif Rp. 75.000 saja, kalau dibagi 4 kan jd lumayan juga. Hehehe..

Kalau kamu memang pergi ke Makassar untuk menuju Tanjung Bira, sebetulnya transportasinya tidak sulit. Dari Bandara Hasanuddin kamu bisa naek bis Damri menuju pusat kota Makassar dan minta turun di Lapangan Kareboshi dengan ongkos tidak lebih dari Rp 20.000, dilanjut naek angkot warna merah (disana disebutnya pete2), lalu minta yang ke arah terminal Malengkeri. Kalau naik taksi tentu ongkosnya lebih mahal bisa mencapai Rp. 250.000.

Setelah sampai di terminal Malengkeri, kami melanjutkan perjalanan dengan naik Kijang travel menuju Bulukumba dengan ongkos per orangnya Rp. 100.000, langsung diantar sampai depan penginapan kami di Tanjung Bira. Beruntungnya karena kami pergi berempat, mobil itu tidak menunggu lama lagi karena sebelumnya juga sudah ada penumpang yang hendak pergi ke Bulukumba. Mobil pun meluncur dari terminal Malengkeri sekitar pukul 08.00 WITA menuju Tanjung Bira dengan lama perjalanan 5-6 jam.

Setelah menempuh perjalanan 3 jam, kami beristirahat terlebih dahulu di daerah Bantaeng, tepatnya di sebuah Rumah Makan yang menyajikan makanan khas Makassar seperti Coto, Konro, ikan bakar, dan lainnya. Berhubung kami belum sarapan, kami memutuskan untuk makan dulu di tempat itu. Dan soal cita rasa kuliner Makassar, jangan tanya deh enaknyaa. Harganya pun terjangkau, kisaran Rp. 20.000 - Rp. 35.000 saja sudah kenyang.

Perjalanan dilanjutkan kembali, memasuki terminal Selayar, kami semakin dekat dengan tujuan kami. Perjalanan tinggal 2 jam lagi. Dari sepanjang jalan setelah kawasan Bantaeng kami disuguhkan pemandangan laut yang luar biasa, benar-benar menyusuri kaki Sulawesi Selatan. Kamipun mulai memasuki wilayah Bulukumba, setelah sebelumnya supir mengantar 2 penumpang lain, tinggalah kami berempat menuju Tj. Bira. Dan 1 jam dari Bulukumba, lelah kami langsung terbayarkan begitu sampai di Tj. Bira pukul 13.30 WITA langsung disuguhkan pemandangan Laut dengan degradasi warnanya yang sangat indah.


PENGINAPAN DI TANJUNG BIRA
Foto barusan langsung diambil begitu kami sampai di depan penginapan. Dan penginapan yang kami sewa ini letaknya memang sangat nyaman dan strategis langsung berhadapan dengan pantai Bira. Kami tidak tahu nama penginpannya, hanya tahu nama penjaganya yaitu Pak Umar. Kalau kamu berminat untuk menginap di tempat ini bisa menghubungi nomor Pak Umar 085242856708. Disini ada 2 kamar yang disewakan dengan harga Rp. 550.000, fasilitasnya single bed ukuran king size, AC, kasur palembang besar, ada toilet di dalam. Kamarnya seperti kontrakan tp lebih nyaman. Kalau ingin lebih nyaman lagi ada beberapa hotel di Bira yang menawarkan harga cukup tinggi, misalnya Amatoa dengan tarif Rp. 1.500.000/ malam. Namun tentu fasilitas dan pemandangan yang dijanjikannya pun lebih bagus.

Untuk ukuran sebuah kamar penginapan Pak Umar ini memang cukup mengagetkan, tapi percaya deh pemandangan yang disajikan dan juga jarak tempuh ke pantai yang sangat dekat membuat harga tersebut jadi sesuai. Lagipula kamarnya cukup nyaman.

                       Foto tepat depan kamar

Di sepanjang wilayah Tj. Bira ini sebenarnya banyak sekali yang menawarkan penginapan2 murah juga dengan kisaran harga Rp. 150.000 sampai Rp. 300.000. Hanya saja jaraknya dari pantai masih lumayan juga, sekitar 200 - 500 meter. Berikut beberapa penginapan yang kami lihat saat melewati sepanjang jalan Bira:

1. Penginapan Pasir Putih 08114201028
2. Sunshine Guest House 082190931175 (ini paling recomended untuk seorang backpacker)
3. Bira View inn 081343837455
4. Villa asri 081348071789
dan masih banyak penginapan lainnya.

I CALLED IT A LIL PIECE OF HEAVEN!!
Pantai Tanjung Bira, benar2 membuat mata ini tidak bosan memandanginya. Degradasi 3 warna pantai yang disajikan sangat indah, suasana pantai yang masih bersih dan juga deru ombak yang menenangkan. Pasir putih yang sangat halus sehalus bedak bahkan tidak meninggalkan jejak kasar saat kita berjalan di tepian pantai.



Hari pertama sampai ini kami habiskan dengan berjalan2 dan berfoto di sekita pantai hingga sore hari. Dan bahkan saat sore tiba pun kami masih takjub dengan keindahan tanjung Bira. Sayang sekali hari itu awan cukup tebal sehingga sunset yang dihasilkan tidak sempurna namun tetap terlihat sangat indah.



Keesokan harinya barulah liburan kilat kami dimulai. Kami sudah menyewa perahu milik pak Umar kapasitas 6 orang dengan harga Rp. 400.000 kalau dibagi 4 itung2 per orangnya jadi Rp. 100.000 sudah termasuk peralatan snorkling menuju pulau Liukang.

Dari penginapan kami berjalan kaki mengikuti Pak Umar menuju pelabuhan di Pantai timur. Ternyata bukan hanya Pantai bagian barat saja yang memiliki pemandangan sangat indah, pantai Timur Tj. Bira ini pun ternyata tidak kalah cantik. Disini adalah bagian pantai yang dijadikan pelabuhan kapal2 phinisi, dan juga kapal2 kecil yang disewakan untuk menuju Pulau Liukang.



Pagi sekali kami sudah siap2 untuk snorkling, penasaran dengan keindahan bawah laut Tj. Bira yang aku kira ini bagian kecil dari surga yang Tuhan ciptakan. Sangat kagum akan keindahannya, dan ternyata Indonesia punya banyaaaak sekali tempat indah, salah satunya pantai surga di kaki Sulawesi ini.


Keindahan bawah laut Tj. Bira ternyata tidak kalah menakjubkan. Air laut yang sangat jernih  dan terumbu karang warna warni serta beragam ikan di dalamnya memanjakan mata saat melakukan snorkling. Bahkan saking penasarannya, salah satu rekan kami Bayu menyelam tanpa alat bantu. Memang sih kedalaman laut yang dipilih pak Umar hanya 3 meter sehingga masih memungkinkan untuk menyelam tanpa alat bantu (bagi yang jago berenang). Hehehe


Kami sangat puas menikmati liburan yang singkat ini. Walau hanya 2 hari saja, tapi ini sangat cukup membuat kami kagum akan "surga kecil" yang Allah ciptakan. Kalau aku ceritakan lebih panjang lagi, tidak akan ada habisnya. Lebih baik rasakan sendiri, lihat dan pasti kalian akan terkagum2 dan ingin kembali kesini.

Oh iya satu hal lagi yang tak terlupakan, pak Umar mengajak kami ke penangkaran penyu dekat pulau Liukang. Disana kami berenang dengan penyu yang usianya sudah cukup tua, 40 tahun. Hehehe. Cukup membayar 10rb saja, kami bebas bermain dengan penyu. Lumayan kan untuk kenang2an. Hehehe


Waktu berjalan cepat, liburan singkat kami sudah hampir berakhir. Dan kami harus kembali ke rutinitas masing2. Untuk kembali ke Makassar, kami menghubungi kembali supir Kijang yang mengantar kami kemarin karena dia sempat menawarkan untuk menjemput. Dan akhirnya Jumat 16 Januari 2015 pukul 16.30 WITA kami bergegas pulang. Bye Tanjung Bira, kami pasti akan kembali kesini, menikmati surga kecil ini lebih lama lagi kalau ada waktu. Pengalaman singkat ini tetap tidak terlupakan.




Jumat, 02 Januari 2015

DILEMA HATI MITZY


Pagi itu Ergan dan Mitzy pergi ke kampus bersama-sama. Mereka berjalan sambil bergenggaman tangan. Dan hal tersebut seperti biasanya mengundang komentar dari orang-orang kampus yang melihatnya.
“Lihatlah mereka! Tidak pernah terlihat serasi. Tapi bisa bertahan sampai satu tahun.”
Mitzy menahan nafas sejenak untuk menghilangkan ganjalan hatinya ketika mendengar bisikan dari dua orang mahasiswi yang memandangnya dengan tatapan meremehkan. Dan langkahnya tiba-tiba saja berhenti. Otomatis langkah Ergan pun terhenti.
“Kamu jalan duluan saja! Aku harus ke perpustakaan.”, kata Mitzy.
“Oh, baiklah kalau begitu kita bertemu lagi seusai kelas terakhirmu ya! Kabari aku lagi nanti!”
Ergan melepaskan genggamannya dan bergegas menuju kelasnya. Sedangkan Mitzy masih berdiri di tempatnya berpisah dengan Ergan. Wajahnya tertunduk karena tidak sanggup melawan tatapan beberapa orang yang sedari tadi memandangnya. Akhirnya, dia hanya bisa menyembunyikan dirinya di balik tembok.
“Dia beruntung sekali bisa jadi kekasih Ergan.”
Lagi-lagi nafas Mitzy tertahan mendengar orang-orang mulai membicarakannya.
“Iya betul! Padahal dia terlihat biasa-biasa saja. Dia juga tidak begitu menonjol di bidang akademik. Jadi, apa ya yang dibanggakan Ergan darinya?”
“Kalau jadi gadis biasa seperti Mitzy bisa menarik perhatian Ergan, sudah dari dulu aku merubah penampilanku jadi sepolos dia. Mungkin aku yang beruntung jadi pacarnya Ergan.”
“Aku kira selera Ergan itu tinggi.”
Mitzy ingin sekali beranjak dari tempat persembunyiannya sekarang. Telinga dan hatinya semakin panas mendengar para mahasiswi itu membicarakannya.
“Memang sedikit aneh kalau Valentine tahun kemarin Ergan ternyata memilih Mitzy jadi pacarnya. Padahal banyak gadis cantik mencarinya untuk dijadikan sasaran pernyataan cinta mereka.
Komentar demi komentar terus terlontar. Dan Mitzy masih sabar mendengarnya.
“Mungkin dia pakai susuk!”
“Aku tidak melakukan itu!”, spontan Mitzy keluar dari persembunyiannya dan langsung menampik pernyataan yang barusan terlontar dari salah satu mahasiswi yang sedang membicarakannya. Reaksinya itu membuat semua orang kaget karena tidak tahu kalau Mitzy ternyata masih ada di sana dan mendengarkan semua komentar buruk tentangnya.
“Tuduhanmu terlalu menyakitkan!”, ujar Mitzy diiringi air mata kemarahan. Tanpa menunggu yang lainnya berkata-kata lagi, Mitzy segera mengambil langkah seribu sambil menangis menuju atap gedung kuliah. Dipandangnya setiap sudut tempatnya berdiri sekarang. Dan tanpa sadar hal itu membawanya mengenang peristiwa terindah dalam hidupnya satu tahun lalu.
***
Saat itu tanggal 14 Februari, semua orang biasa merayakan Valentine pada tanggal itu. Seperti yang terjadi di kampus Mitzy siang itu, semua orang sibuk memberikan coklat atau bunga pada orang yang mereka sayangi. Namun, kebanyakan para mahasiswi yang mengambil kesempatan untuk memberikan coklat pada orang yang dicintainya sebagai tanda kasih sayang. Nampaknya, hanya beberapa orang yang acuh akan hari itu, termasuk Mitzy.
“Kamu tahu dimana Ergan?”
Mitzy menoleh pada seorang gadis yang sedang menanyakan keberadaan Ergan. Itu adalah pertanyaan yang sama dari beberapa gadis yang Mitzy temui siang itu. Hampir semua mencari keberadaan Ergan, sosok idola para gadis di kampusnya. Hal itu membuat Mitzy diam-diam ikut mengagumi sosok Ergan dalam hati.
Ergan memang pantas dikagumi. Sosoknya yang tampan, cerdas, mudah bergaul, berprestasi  dan berasal dari keluarga terhormat membuatnya terlihat sempurna di mata semua gadis. Walaupun sikapnya memang sedikit acuh pada gadis-gadis yang berusaha mendekatinya, tapi itu tidak membuat mereka menjauh dari Ergan. Gadis-gadis itu terus bersaing untuk mencuri perhatian Ergan. Ini memang pemandangan yang sudah basi. Tapi, aku sendiri tidak dapat memungkiri kalau aku pun menyukai sosok Ergan. Aku memang tidak pernah punya keberanian seperti yang lainnya untuk terang-terangan mendekati Ergan. Aku takut kecewa kalau dia memandangku dengan pandangan tak mengenakan seperti dia memandang gadis-gadis yang mendekatinya. Ketakutan itu membuatku sadar, aku bukan saja menyukainya tapi aku mencintainya.
Mitzy menghela nafas panjang menyadari dirinya begitu pengecut. Dia kembali tersadar pada keadaan sekitar. Dan nama Ergan masih menggema dimana-mana. Akhirnya Mitzy memutuskan untuk bergegas dari tempatnya sekarang karena dia mulai iri dengan keberanian para gadis yang berniat memberikan coklat buatan mereka pada Ergan.
Langkah kaki Mitzy membawanya menuju tempat favoritnya apabila sedang suntuk dengan suasana kampus, yaitu atap gedung kuliah di fakultasnya. Tempat itu memang biasa menjadi tempatnya menyendiri sambil mengerjakan tugas kuliah atau sekedar membaca novel sambil menunggu jam kuliah.
Angin segar langsung menerpa wajahnya begitu Mitzy sampai di atap gedung itu. Tiba-tiba saja Mitzy teringat sesuatu yang dia simpan dalam tasnya. Perlahan gadis itu mengeluarkan kotak yang berisi risoles buatannya. Dia tersenyum melihat kotak itu. Baru saja ia hendak membuka kotak itu, terdengar suara seseorang menyapanya.
“Hai!”
Mitzy spontan berbalik setengah kaget. Jantungnya langsung berdetak cepat begitu menyadari siapa yang menyapanya. Ternyata Ergan, sosok yang sedang dicari para gadis itu ternyata ada di atap gedung juga. Dan kedatangannya yang tiba-tiba itu berhasil membuat senyum kikuk terkembang di bibir Mitzy.
Pandangan Mitzy tak lepas sedetik pun dari Ergan. Dan Ergan pun sama-sama memandang Mitzy begitu tenang. Lalu mata laki-laki itu teralihan pada sesuatu yang dipegang oleh Mitzy.
“Itu kotak coklat?”, tanyanya.
Mitzy langsung memandang kotak yang dipegangnya.
“Bukan! Ini…”, Mitzy tidak menyelesaikan kalimatnya. Pandangannya kembali tertuju pada Ergan. “Sedang apa kamu di sini?”, tanyanya kemudian untuk mengalihkan perhatian Ergan.
“Menunggu kamu!”
Mitzy tercengang oleh jawaban Ergan. Apa maksudnya? Tanyanya dalam hati. Ergan melihat ekspresi Mitzy yang masih bengong langsung mengambil kesempatan mengambil kotak yang dipegang gadis itu. Hal tersebut membuat Mitzy tak sempat menghindar.
“Risoles?”, kata itu spontan terlontar dari mulut Ergan dengan nada bingung ketika dia melihat isi kotak milik Mitzy. “Ketika semua gadis sibuk membuat coklat untuk diberikan pada laki-laki yang mereka cintai, kamu malah membuat risoles.”
“Bukan begitu! Risoles itu aku buat karena aku tahu kamu tidak suka coklat atau makanan manis.”, kata itu terlontar dari mulut Mitzy begitu spontan. Sampai-sampai gadis itu tercengang sendiri ketika menyadari apa yang barusan dia katakan.
“Jadi ini kamu buat untuku?”, tanya Ergan setengah tertawa.
Mitzy langsung tertunduk mendengar pertanyaan itu. Entah kenapa hatinya merasa sakit mendengar pertanyaan Ergan. Ketakutannya selama ini muncul dan membuatnya jadi sedikit emosi.
“Rasanya enak sekali!”, ujar Ergan yang diam-diam memakan risoles itu. Komentar Ergan itu membuat Mitzy spontan mengambil kotaknya kembali.
“Tidak seharusnya kamu mengambil kotak ini dariku dan memakan isinya tanpa seizinku!”
“Bukankah kamu membuatnya memang untuku?”
Mitzy diam tak menjawab. Dengan tergesa dia langsung bergegas. Namun, Ergan tak kalah gesit, dia menahan kepergian Mitzy dengan menarik tangan gadis itu. Langkah Mitzy pun terhenti dan pandangannya langsung tertuju pada genggaman tangan Ergan.
“Sudah aku bilang aku di sini untuk nunggu kamu. Jadi, jangan pergi dulu!”
Entah sihir apa yang dimiliki Ergan. Kalimatnya itu membuat Mitzy langsung mengurungkan niatnya pergi.
“Kita memang kurang akrab di kelas. Aku selalu melihat kamu tidak pernah berani bertatapan denganku. Berbeda dengan gadis-gadis lain yang justru sering mencuri pandang dan mengumbar senyum mereka padaku. Aku jadi penasaran dengan sikapmu, dan selama ini diam-diam aku selalu memperhatikanmu. Makanya aku tahu kalau kamu sering sekali ke sini dan berbicara dengan angin.”
“Kamu…”
“Iya! Dari kebiasaan anehmu itu aku bisa mengetahui bagaimana perasaanmu yang begitu tulus padaku. Dan karena itu pula aku pun jatuh cinta sama kamu.”
“Apa? Kamu jatuh cinta padaku?”, tanya Mitzy begitu terkejut.
Ergan mengangguk sambil tersenyum, senyum yang hampir tidak pernah dia berikan pada gadis-gadis lainnya selama ini. “Iya! Kamu tidak pernah tahu kalau selama ini aku mendekatimu diam-diam. Kamu yang semakin menyukaiku, terus mengutarakan perasaanmu itu pada angin. Dan aku menikmati itu ketika aku memperhatikanmu dari situ!”, kata Ergan sambil menunjuk ke balik pintu.
Mitzy sama sekali tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia benar-benar tidak percaya akan apa yang sedang dihadapinya sekarang. Dia baru saja mendengarkan pernyataan cinta dari Ergan, idola para mahasiswi kampusnya yang selama ini hanya jadi obsesi terpendamnya.
“Ayo kita pacaran saja!”, kata Ergan tiba-tiba memecah keheningan. Dan seketika itu juga mata Mitzy langsung terbelalak kaget. Tenggorokannya mendadak kering.
“Kamu mau jadi pacarku?”, tanya Ergan karena Mitzy tidak bersuara.
“I…iya!”
Ergan tersenyum mendengar satu kata yang keluar secara terbata dari mulut Mitzy begitu saja. Sedangkan gadis itu masih menganggap dirinya sedang bermimpi.
***
“Sudah aku duga kamu ada di sini.”
Mitzy tergugah dari lamunannya akan kenangan satu tahun yang lalu begitu mendengar suara Ergan. Dan ketika dia melirik ke arah suara, pacarnya itu sedang tersenyum sambil memerhatikannya.
Dia memang terlalu sempurna untukku! Bisik hati Mitzy.
“Aku mencari sampai ke kelas terakhirmu tapi katanya kamu tidak masuk kelas. Kamu bolos ya?”
“Maaf!”, hanya itu yang terlontar dari mulut Mitzy. Ergan tidak berkata apa-apa lagi untuk membahasnya lebih lanjut karena dilihatnya raut wajah Mitzy yang sedih dan nampak seperti habis menangis. Dia tidak ingin menekan perasaan gadis yang sangat dicintainya itu. Dan Ergan pun segera mengalihkan pembicaraan.
“Oh iya, nanti malam aku ingin mengajakmu ke pesta pertunangan anaknya relasi papaku. Aku diminta mewakili papa karena beliau tidak bisa hadir. Kamu bisa?”
“Maaf, aku tidak bisa. Kebetulan nanti malam aku harus bekerja di kateringnya Paman Heri. Lumayan upahnya buat uang jajan tambahan.”
“Berarti nanti malam kamu sama sekali tidak bisa pergi denganku walau bukan ke pesta itu?”
“Apa kita memang harus pergi berdua malam ini?”, Mitzy nampak keheranan dengan pertanyaan Ergan.
“Tentu saja kita harus bisa pergi berdua malam ini karena hari ini penting untuk kita.”
Mitzy mengerutkan keningnya tanda keheranan dengan pernyataan Ergan.
“Tapi sepertinya aku bisa izin bekerja sampai jam sepuluh saja. Jadi kita bisa pergi setelah itu. Bagaimana?”
“Boleh juga! Nanti biar aku jemput kamu.”
***
Mitzy nampak sibuk menata minuman untuk para tamu undangan pesta yang menyewa jasa catering Paman Heri tempatnya bekerja paruh waktu saat ini. Gadis itu dengan ramah mempersilahkan para tamu memilih minuman yang mereka inginkan.
“Pestanya ramai sekali ya, Zy!”, kata Nuri, teman satu stand Mitzy mengomentari suasana malam itu.
“Ya namanya juga pesta, pasti ramai. Kalau sepi, ya kuburan namanya.”
“Bukan begitu maksudku! Tamu-tamu yang hadir di sini cantik-cantik dan tampan-tampan ya, jadi membuat suasananya ramai.”
“Apa hubungannya tamu yang cantik dan tampan itu dengan ramainya pesta ini?”, tanya Mitzy keheranan dengan pernyataan temannya itu.
“Hehehe! Sebenarnya tidak ada hubungannya juga kok.”, ujar Nuri jadi tersenyum sendiri. “Hanya saja melihat tampang-tampang glamour dari para tamu membuatku merasa takjub. Apalagi gerombolan yang di sana. Coba saja kamu lihat mereka!”
Mitzy menoleh ke arah segerombolan tamu undangan yang ditunjukkan oleh Nuri. Benar saja, tamu-tamu itu terlihat sangat menawan. Ada tiga pasang pria dan wanita yang saling bergandengan.
“Lihat kan? Para prianya tampan dipasangkan dengan gadis-gadis cantik. Sangat serasi! Terutama pasangan pria yang memakai kemeja hitam yang bergandengan dengan gadis yang memakai gaun selutut berwarna merah itu. Wah, mereka benar-benar cocok! Iya kan?”
Nuri terdiam menunggu reaksi Mitzy. Namun, kawannya itu malah diam terpaku sambil terus menatap gerombolan tamu yang ditunjukan Nuri. Pandangan Mitzy nampak marah, sedih dan kecewa. Ternyata pasangan yang barusan dipuji Nuri adalah Ergan, pacarnya yang sedang menggandeng seorang gadis yang sangat cantik. Dan dalam hati Mitzy mengakui mereka memang cocok.
Mungkin, seharusnya dari dulu Ergan jalan dengan gadis secantik pasangan yang dibawanya itu. Bukan denganku yang hanya gadis biasa-biasa saja. Dia pasti lebih bangga mengajak gadis secantik itu kemanapun dia pergi daripada denganku.
Mitzy tak kuasa melihat pemandangan tersebut lebih lama lagi. Dia segera mengalihkan pandangannya dan menyembunyikan matanya yang tanpa terasa sudah berair. Sedangkan Nuri asyik melayani tamu yang meminta diambilkan minumannya.
“Saya minta orange juice dua ya!”, terdengar suara merdu seorang gadis. Mitzy yang tertunduk langsung menengadah sambil tersenyum kembali untuk melayani tamu yang barusan berbicara dengannya. Namun senyumnya itu langsung hilang begitu tahu siapa yang ada di hadapannya sekarang.
“Mitzy?”, suara Ergan terdengar begitu tenang. Tanpa berkata apa-apa, Mitzy langsung bergegas meninggalkan stand minuman yang dijaganya itu.
“Zy!”, teriak Nuri memanggil temannya itu. Tapi Mitzy sama sekali tidak menoleh. Gadis itu berjalan begitu cepat. Pandangan Nuri pun kembali pada tamu-tamunya. Dan sepintas ditatapnya laki-laki yang tadi menyebut nama Mitzy.
***
Mitzy sudah berganti pakaian dan segera keluar dari tempat pesta itu dengan perasaan penuh dilema. Dia meminta izin pulang lebih cepat dengan alasan tidak enak badan. Untung saja Paman Heri baik hati membolehkannya pulang.
Mitzy memandang langit malam yang gelap dengan maksud untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Namun, hatinya tak kuasa menahan tangis itu.
“Kenapa kamu lari?”, tanya Ergan yang ternyata sudah menunggu Mitzy di luar. Mitzy langsung menoleh dengan kagetnya karena tiba-tiba ada Ergan di sampingnya.
“Ayo ikut denganku!”, kata Ergan lagi tanpa menunggu jawaban Mitzy.
Mitzy mengikuti langkah Ergan dengan perasaan campur aduk. Dia sudah tak kuat menahan kesedihan dalam hatinya. Menangisi dirinya sendiri yang selama ini selalu dipojokan orang karena dianggap tidak pantas berdampingan dengan laki-laki yang sempurna seperti Ergan.
“Gadis yang bersamaku tadi namanya Yura. Dia itu sepupuku!”, kata Ergan tiba-tiba tanpa melirik Mitzy. Mitzy pun tidak berkomentar sama sekali dengan pernyataan Ergan itu. Mereka berdua terus berjalan sampai berhenti di tempat Ergan memarkirkan mobilnya.
“Kita putus saja!”, kata-kata itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Mitzy. Ergan spontan berbalik menatap pacarnya yang tertunduk. Hatinya langsung panas mendengar Mitzy berkata seperti itu.
“Coba katakan sekali lagi!”, suara Ergan terdengar marah.
“Kita… putus saja!”, kata Mitzy mengulang kalimatnya dengan suara bergetar.
“Katakan itu sambil menatap mataku!”
Mitzy tak menuruti perintah Ergan karena dia memang tidak sanggup memandang mata orang yang paling dicintainya itu. Sedangkan Ergan terus menatap tajam ke arah gadisnya.
“Kenapa kamu mengatakan kalimat yang paling aku benci itu? Apa salahku?”
“Bukan kamu yang salah!”, akhirnya Mitzy berani menatap Ergan. “Aku yang salah. Aku tidak pernah jadi lebih baik di mata orang-orang saat ada di dekat kamu. Tidak pernah jadi kekasih yang bisa kamu banggakan. Aku yang salah, Gan! Berani-beraninya aku mencintai orang seperti kamu. Padahal aku tidak punya sesuatu yang lebih untuk mengimbangi kamu. Aku seharusnya sadar diri sejak dulu. Bukannya mulai menyadari ini ketika melihat kamu bergandengan dengan gadis cantik di pesta tadi.”, Mitzy terus berkata penuh emosi hingga air matanya jatuh.
“Sudah aku bilang gadis itu sepupuku!”
“Ini bukan masalah siapa gadis yang kamu bawa tadi, Gan! Ini tentang dilema hatiku selama ini.”
Ergan diam tak berkomentar.
“Dulu aku hanyalah pengagummu yang paling pengecut karena tidak pernah berani mengungkapkan perasaanku. Aku hanya bisa bercerita pada angin tentang perasaanku yang mencintaimu diam-diam. Tak pernah sedikitpun aku berani bermimpi memilikimu karena aku takut kecewa oleh mimpi itu. Sampai akhirnya kamu menyatakan perasaanmu padaku dan memintaku jadi kekasihmu. Itu benar-benar kebahagian terbesar yang pernah aku rasa, mimpi yang jadi nyata sebelum sempat aku mimpikan. Namun, ternyata kebahagian itu sesaat. Hatiku penuh dilema ketika orang-orang memandang rendah ke arahmu karena bergandengan denganku, seorang gadis biasa yang tidak punya sesuatu untuk dibanggakan. Mereka menilaimu buruk karena memilihku.”
“Aku tidak pernah peduli dengan perkataan orang lain!”
“Tapi aku peduli!”, suara Mitzy semakin meninggi. Keheningan malam itu membuat suaranya jelas terdengar penuh getaran kesedihan. “Aku harus segera bangun dari mimpi ini! Kamu terlalu sempurna untuku. Dan aku tidak pernah sanggup membangun kepercayaan diri untuk terus bertahan di sampingmu. Jadi, sebaiknya kita berakhir saja karena kamu pantas mendapatkan yang lebih segalanya daripada aku.”
Suasana hening sejenak. Ergan belum berkata apa-apa setelah Mitzy selesai mengutarakan kebimbangannya selama ini. Mata Ergan memerah karena marah dan sedih mendengar perkataan Mitzy, gadis yang benar-benar tulus ia cintai. Karena Ergan tidak bersuara, Mitzy mengambil langkah untuk pergi. Tapi…
“Kita adalah manusia, makhluk sempurna yang diciptakan Tuhan. Jadi jangan pernah merasa kamu lebih rendah dari siapapun! Dan asal kamu tahu, aku tidak akan pernah menjadi laki-laki sempurna kalau tidak memiliki sebelah tulang rusukku.”, Ergan akhirnya berkata-kata. Dan perkataannya membuat Mitzy menghentikan langkahnya tanpa berbalik kembali ke arah Ergan. “Hawa tercipta dari tulang rusuk seorang Adam. Itulah tanda mereka berjodoh karena bagaimanapun Adam membutuhkan Hawa untuk menopang hatinya. Aku yakin kamu adalah tulang rusukku. Bagaimana aku bisa menjadi sempurna kalau kamu pergi, Mitzy?”
Mitzy tidak sanggup menjawab pertanyaan Ergan. Gadis itu kembali melangkah menjauh dari tempat Ergan berdiri.
“Kalau berpisah membuatmu bahagia, aku akan menerimanya. Tapi aku tetap menunggu sampai hatimu terbuka kembali untuku. Happy anniversary!”, kata Ergan spontan ketika melihat Mitzy semakin menjauhinya.
Kata terakhir Ergan membuat Mitzy merasakan perih yang mendalam. Dia baru teringat hari itu adalah tanggal 14 Februari. Tepat satu tahun mereka pacaran.
Maafkan aku, sekarang aku sadar ternyata mengagumimu dari jauh lebih indah daripada memilikimu dari dekat. Kalau aku tercipta dari tulang rusukmu, pasti Tuhan akan menyatukan kita lagi dengan cara yang lebih indah. Aku mencintaimu!
****

Yanti Kusmayanti
Bandung, 22 September 2009

DETIK ADIT


“Aduh! Kamu lagi?”, keluh Pak Junet, guru piket hari itu. Adit nyengir kuda melihat ekspresi gurunya. Seperti biasa, dia terlambat ke sekolah. Adit memang langganan guru piket, karena seringnya ia datang terlambat. Dan hari itu sudah kesekian kalinya.
***
“Kita tidak bisa membiarkan kesalahan murid seperti Adit, Bu! Keterlambatan itu bisa menghambat kegiatan belajarnya.”, kata Pak Junet emosi.
Pagi itu Adit di panggil ke ruang BP, di sana sudah ada beberapa guru yang membicarakan soal keterlambatannya yang sudah tidak terhitung. Guru – guru nampak ricuh saling debat. Sementara Adit sendir malah celingkukan menatap tiap guru yang berbicara mencari solusi untuk masalahnya.
“Adit, apa kamu bisa berjanji untuk tidak terlambat lagi? Namun jangan asal janji!”
Adit langsung tertegun ditanya begitu oleh Bu Gina.
“Bagaimana?”, tanya Bu Gina menyadarkan Adit.
“Eh.. iya, Bu. Insya Allah deh!”, jawabnya polos.
“Saya yakin, kalau tidak diberi hukuman lebih berat lagi, dia pasti akan datang terlambat lagi.”, ujar Pak Junet.
“Adit, kamu sudah mendapatkan SP, tapi kamu tetap saja terlambat. Apa kamu benar – benar tidak bisa merubah kebiasaan jelek kamu itu? Atau sekolah perlu menskorsing kamu? Ibu heran jadinya.”
“Saya juga heran, Bu!”, timpal Adit polos.
“Begini saja, Bu, kalau sekali lagi dia datang terlambat, kita datangi langsung orangtuanya dan menyatakan skorsing  untuk dia.”
“Wah, jangan dong, Pak!”, protes Adit.
“Kenapa tidak? Toh dengan SP saja kamu belum berubah.”
“Aduh, saya itu sudah usaha pasang alarm dimana – mana. Bahkan saya sudah nyuruh ayam tetangga berkokok lebih pagi. Cuma ngga tahu kenapa, Pak, Bu, saya emang susah bangun, jadi saya selalu telat. Ibu saya udah teriak – teriak juga tetep ngga bisa. Mungkin ada yang salah dengan pendengaran saya. Nanti saya coba periksakan dulu deh.”
“Banyak alasan, kamu! Sepertinya harus ada hukuman yang memotivasi kamu supaya jera. Nampaknya usul Pak Junet diterima. Sekolah tidak akan mentolerir lagi apabila kamu datang terlambat. Titik!”, Bu Gina menegaskan.
Mampus gue! Pekik Adit dalam hati.
***
Tidiiiit! Tidiiiit!
Suara klakson menggema di jalanan begitu Adit menyebrang dengan tergesa – gesa. Tanpa peduli kendaraan di sekelilingnya Adit terus berlari. Malam itu ia janji kencan dengan Irish jam tujuh, tapi sekarang waktu hampir menunjukkan pukul delapan.
Adit melihat Irish berdiri di depan Café Nooi, ia pun mempercepat geraknya dan akhirnya sampai juga.
“Udah lama nunggu ya, Rish?”, pertanyaan rutin Adit saat ada janji kencan. Irish masih diam.
“Kok ngga nunggu di dalam?”, tanya Adit lagi dengan nafas yang tidak teratur.
“Adit!”, panggil Irish tanpa menjawab pertanyaan Adit.
“Ya?”
“Kita putus aja!”, ujar Irish dengan entengnya.
“Apa?”, pekik Adit.
“Adit, aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu! Tapi aku benci kamu yang ngga bisa ngehargain waktu. Kita putus aja! Kamu kudu belajar dulu menghargai waktu, memaknai tiap detik hidup kamu. Karena udah banyak waktu kita yang kamu sia – siakan. Dan aku udah ngga bisa nerima itu lagi. Ini bukan yang pertama kan? Kamu bahkan ngga pernah bisa nepatin janji kamu tiap kita mau jalan.”
Adit tertegun dan melongo seperti orang bego mendengar pernyataan Irish. Tak sepatah kata pun mampu ia ucapkan.
“Selamat merenungkan!”, ujar Irish sambil ngeloyor pergi begitu saja.
Nampaknya Adit sangat shock mendengar Irish baru saja memutuskannya. Sampai – sampai ia berdiri tanpa berkedip seperti patung selamat datang di depan kafe.
“Ma, patungnya bagus ya!”, ujar seorang anak yang melihat Adit.
“Itu orang, nak!”, balas si ibu.
Percakapan itu akhirnya menggugahkan Adit.
***
DUGH!
Adit menendang rak buku dengan kerasnya, namun itu malah membuatnya meringis kesakitan.
“Aduh! Hari ini gue sial banget sih! Udah dapet peringatan dari sekolah, diputusin pacar pula. Sial banget!”
Muka Adit begitu kusut. Ia menghempaskan tubuhnya di kasur. Adit merasakan ada yang mengganjal punggungya. Ia kembali bangkit dan menemukan sebuah kaset DVD di kasurnya. Ia mengambil kaset itu lalu memperhatikannya dengan seksama. Ia teringat, kaset itu pernah diberikan Irish padanya, namun belum sempat ia tonton.
“Run Lola Run?”, gumamnya menyebutkan judul filmnya.
***
Adit terdiam menatap layar biru di televisinya. Ia baru saja menonton film yang Irish berikan. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Setelah mematikan DVD – nya, Adit segera tidur dengan sejuta pemikiran baru tentang berharganya waktu. Tiap detik kehidupan.
Selama kita hidup, waktu adalah perjuangan. Dan tiap detiknya itu ternyata mempunyai makna yang besar. Jadi waktu tidak boleh disia – siakan. Itulah pikiran baru Adit sebelum ia terlelap.
***
Kriiiiing!!
Pip! Pip! Pip!
Semua waker yang dipasang Adit semalam berbunyi nyaring. Dengan refleks Adit terlonjak dari tempat tidur, dan tanpa bengong terlebih dahulu, ia langsung bergegas ke kamar mandi.
Ketika melewati kamar kedua orangtuanya, ia hendak membangunkan juga, tapi..
Ngga usah deh! Gue mau buktiin sama semua, gue bisa tepat waktu! Pikir Adit.
Ketika sedang mandi, tiba – tiba kran airnya mati. Adit sempat kelimpungan, untungnya di ember masih ada air, ia pun membersihkan dirinya dengan air secukupnya. Akibatnya, sabun masih ada yang menempel.
“Ah, peduli amat! Yang penting tepat waktu dulu!”
Dengan sigap, Adit berseragam dan memasukkan buku pelajarannya dengan asal karena takut terlambat lagi. Ketika ia hendak pergi, keluarganya belum juga ada yang bangun. Adit sedikit keheranan. Tapi ia kembali acuh. Dan tanpa sarapan terlebih dulu, ia pun langsung pergi.
Nyantailah, bisa sarapan di sekolah!
Adit keluar rumah dengan senyum sumringah. Ia yakin tidak akan datang terlambat ke sekolah kalau pergi sepagi ini. Tapi baru saja ia menutup pintu pagar, terdengar gonggongan anjing tetangga. Dan entah kenapa anjing itu mendadak galak dan  langsung mengejar Adit. Spontan Adit langsung lari.
Setelah beberapa menit diajak marathon oleh anjing, Adit memutuskan naik pohon mangga di ujung kompleks. Nafasnya sudah tersengal – sengal.
“Dasar anjing gila! Ngajak lari ngga tahu waktu!”, gerutu Adit di atas pohon. Sementara si anjing terus menggonggong. Adit mencari sesuatu untuk mengusir anjing itu, akhirnya ia memetik sebuah mangga dan menimpuk anjing itu sampai tak sadarkan diri.
“Sorry ya, dogy!”
Singkat cerita Adit sudah ada di angkot. Penumpang yang lain tampak aneh menatap Adit. Adit sendiri menyadari dirinya menjadi perhatian.
Mereka kenapa sih ngeliatin gue? Ganteng kali ya? Hehehe.
Bencana tak terduga datang lagi. Angkot yang ditumpangingya menabrak angkot lain. Alhasil supirnya malah ribut berantem. Otomatis perjalanan tertunda.
Adit melirik jam salah satu penumpang,jam tujuh kurang dua puluh menit. Adit pun turun dan melanjutkan dengan berjalan kaki karena susah lagi mendapatkan angkot.
Adit melihat seorang nenek membawa banyak belanjaan hendak menyeberang. Karena ia merasa seorang pelajar teladan, walau sering datang telat, Adit membantu nenek itu menyeberang.
Lalu lintas semakin belibet. Adit merasa tidak bisa santai lagi. Ia berjalan tergesa – gesa, dan…
Bugghkk!
Ia menabrak seseorang, seorang bapak – bapak berbadan besar yang nampak marah.
“Heh, bocah tengil, kalau jalan liat – liat dong!”, bentak si bapak.
“Maaf, Pak, saya lagi buru – buru!”
“Alasan! Kamu tahu,kalau…bla….bla….bla….”
Adit malas mendengarkan ocehan bapak tadi. Ia sibuk dengan rasa cemasnya takut datang terlambat padahal dia sudah berusaha berangkat lebih pagi. Untung kurang dari lima menit si bapak itu berhenti mengoceh.
“Udah selesai kan, Pak? Maaf ya, Pak, saya buru – buru!”, Adit langsung ngacir.
Penampilannya jadi semakin berantakan. Tapi Adit tidak peduli lagi dengan kerapiannya padahal banyak orang yang memperhatikannya. Adit melirik jam dari toko kue yang dilewatinya.
“Gawat! Sepuluh menit lagi!”, Adit bergumam sambil terus berlari. Akhirnya ia memasuki wilayah sekolahnya. Dan begitu sampai di gerbang sekolah…
“Sampai!”, ujarnya dengan puas pada diri sendiri. Nafasnya tersengal – sengal. Ia tersenyum senang. Tapi….
“Kok gerbangnya udah ditutup? Kan belum jam tujuh?”, Adit melirik jam dinding di pos Satpam. Ia tertegu sendirian di depan gerbang sekolahnya yang terkunci. Keheranan.
Sampai ada seorang anak kecil yang sedang naik sepeda melewatinya dan menatapnya dengan aneh.
“Kak, kok hari minggu sekolah?”, tanya si anak kecil.
Adit tidak langsung menjawab. Ia hanya terbelalak membuat si anak kecil takut dan menggenjot sepedanya dengan cepat.
“BEGO! INI KAN HARI MINGGU!”,teriak Adit.
****
Yanti Kusmayanti
Bandung, 27 Februari 2009

PERKENALAN DI BIS MALAM


Jakarta…Jakarta..tinggal satu bis lagi yang mau ke Jakarta. Ini bis paling malam menuju  Jakarta. Ayo.. yang mau ke Jakarta!”, suara seorang kondektur  begitu nyaring terdengar, meramaikan suasana di terminal malam yang sebenarnya sudah sangat sepi. Dan perhatian Sarah tertuju pada sang kondektur.
“Mau ke Jakarta, Neng?”, tanya kondektur itu menghampiri Sarah.
Sarah tidak menggubrisnya. Ia sekarang sedang memperhatikan bis terakhir menuju Jakarta. Tampak sudah penuh dijejali orang, tapi kondektur itu masih juga menawarkan tumpangan kepada yang lainnya.
“Woy..Neng!!”, tegur si kondektur karena Sarah tidak menjawab tawarannya tadi.
“Eh..iya , Mang! Ini bis  terakhir kan?”
“Iya, Neng. Kalau jam segini biasanya udah ngga ada bis lagi. Paling kalau neng ngga mau ikut bis ini, neng harus nunggu ntar sampai pagi.”
Sarah malah terdiam dibuatnya.
Gila, desek-desekan kayak gitu dari Yogya ke Jakarta.
“Ya udah neng, kalau mau nginep di terminal, kita mau pergi sekarang, udah penuh!”
“Eh iya deh mang, saya naek.”
Terkemabang senyum di wajah kondektur yang kelelahan. Ia lalu membawakan tas besar bawaan Sarah. Sarah sendiri mulai menghampiri bis.
Berada di dalam bis jauh lebih buruk dari yang diihat Sarah dari luar tadi. Bis benar-benar sesak dan banyak penumpang yang bergelantungan.
Kayaknya gue juga mesti gelantungan gitu.
Tapi baru saja Sarah berpikir begitu. Dilihatnya sebuah kursi kosong, dan di sebelahnya duduk seorang cowok.
Cakep banget!
Sarah celingukan melihat orang – orang.
Mereka buta ya? Ada kursi kosong tapi kok ngga ada yang mau duduk. Mana temen duduknya mantep gitu.
Secara perlahan Sarah menghampiri bangku tadi.
“Boleh duduk di sini?”, tanya Sarah ragu. Dan si cowok mendongak ke arahnya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk.
Haha..kalau kayak gini situasinya, sepanjang jalan gue ngga akan kecapean nih…
“’Kenapa, Mbak?”, sapa cowok itu melihat Sarah nyengir sendiri.
“Eh? Ngga kenapa – kenapa kok! Jangan manggil mbak ya, panggil Sarah aja, Mas!”
“Jangan panggil Mas ya! Panggil Danu aja, Sarah!”, balas cowok yang bernama Danu itu sambil tertawa geli. Sarah jadi kikuk. Tapi kemudian mereka tertawa bersama. Dan anehnya orang – orang dalam bis itu sepertinya tidak ada yang terganggu karena gelak tawa mereka yang terdengar sedikit aneh.
“Kita ini konyol banget ya?”, kata Sarah.
“Kita? Kamu aja kali..”
“Eh? Iya deh aku yang konyol.”
“Hahaha!”, mereka kembali tertawa.
Aduh mama..greget deh ngeliat senyum cowok ini. Kok ganteng banget sih? Huahaha, gue jadi pengen cepet  kawin kayak Kak Laras nih. Hahaha.. aduh mama mimpi apa ya gue ampe ketumu cowok secakep ini?
“Kok cengengesan lagi?”, lagi – lagi Danu menegur Sarah yang melakukam tindakan bodoh. “Hobi ya?”, lanjutya lagi.
Sarah hanya nyengir ditanya seperti itu. Danu tersenyum aneh. “Hm..hobi yang aneh. Eh, ngomong – ngomong kamu dari mana? Malam – malam begini naek bis sendirian..”
“Kakakku baru aja nikah. Tapi aku harus balik ke Jakarta. Aku kuliah disana.”
“Kenapa malam begini, ngga besok aja?”
“Besok aku ada kuis siang harinya. Takut ngga sempet kalau pulang pagi.”
“Kamu pulang sendrian aja?”
“Iya! Orang tuaku masih disini.”
“Ngga minta temenin pacar?”
“Ah, aku sih ngga punya pacar. Tapi kalau kamu mau, boleh aja. Hehehe!”, Sarah dengan lancar menjawab pertanyaan Danu. Danu terdiam dibuatnya. Aneh sepertinya melihat Sarah yang selalu betingkah konyol tapi membuatnya agak geli. Sarah langsung terdiam melihat ekspresi Danu.
“Cuma bercanda, maklum kalau lagi cape aku emang suka bercanda berlebihan kayak barusan. Hehee.. maaf ya!”
Danu hanya tertawa geli mendengarnya.
Dasar Sarah idiot! Ngomong apa sih gue?
Sarah menghujam dirinya sendiri yang melakukan tindakan konyol untuk yang kesekian kalinya.
“Kamu tuh lucu banget sih. Aku kayaknya bakalan seneng punya temen deket kayak kamu…”, aku Danu.
“Wah, oh ya? Sama dong, aku juga bakal seneng kalau kamu jadi temen deket aku, ganteng sih. Ups!”, Sarah langsung menutup mulutnya. Lagi – lagi Danu tertawa geli karenanya. Dan muka Sarah mulai memerah.
“Kita temenan? Ok?”, Danu mengulurkan tangannya dan sesegera mungkin Sarah menyambar tangan Danu untuk membalas uluran tangan yang ia harapkan dari tadi.
“Tangan  kamu dingin banget, grogi ya kenalan sama aku? Hehehe..”
“Hahaha!”, Danu hanya tertawa mendengarnya.
Dalam beberapa saat mereka masih asyik mengobrol. Tapi kini mereka dalam diam. Danu terus menatap ke depan dengan ekspresi dingin dikala diam. Pandanganya terasa sunyi. Sarah diam – diam sering melirik ke arahnya.
­_Yan, gue lagi di bis nih, mau balik ke Jkt. Gila ya…cowok yang duduk di samping gue ganteng banget. –send-
Sarah mengirim sms pada Yanti, sahabatnya. Dan tidak lama kemudian ada balasannya.
_wah, gue jd khawtir sama lo. Lo kan suka rada kumat kalau ketemu cowok ganteng. ­_
­_Kurang ajar lo. Lo ngga akan nyangka, gue dah ngobrol banyak sama dia. Tapi sekarang gue lagi abis bahan obrolan. Ada saran?_
_Bgs donk! Tp pasti tingakah lo konyol. Gue yakin! Eh, lo dah tanya nama dia blm? Sganteng apa sih sampe lo semangat banget sms gue. Dah malam tau!_
_Hahaha! Sarah gitu loch! Namanya Danu. Mm..sganteng apa? Pokoknya ganteng banget. Tipe gue banget deh. Mantap. Hehe.._
“Asik banget sms-annya..”, tegur Danu tiba-tiba.
“Eh? Hehe..”, Sarah langsung menyembuyikan HP-nya. “Ngasih kabar ke pembantu di rumah aku mau pulang malam ini.”
“Oh, kayaknya akrab banget sama pembantunya.”
“Iya!”, ujar Sarah polos.
Bisa mati gue kalau si Yanti tahu gue bilang dia pembantu gue. Bisik hati Sarah.
“Eh, Dan ! kamu ke Jakarta ada urusan atau emang tinggal disana?”, Sarah membuka topik lagi.
“Sebenarnya aku sendiri ngga tahu pasti..”
“Lho? Aneh!”
Danu tersenyum. “Iya, jadi aku tuh kadang tinggal disana, tapi ngga lama kemudian bisa aja ada di lain tempat. Tergantung  keinginan hati. Kalau aku pengen ke Jakarta, ya aku di sana. Kalau ngga mau, tinggal pergi lagi.”
“Wah, kayak petualang gitu maksud kamu? Emang kamu ngga kuliah atau kerja gitu?”
“Sebenarnya aku pengen kuliah, tapi ngga bisa. Dan aku juga pengen bisa netap di suatu tempat aja.”
“Oh! Kalau gitu kamu netap di Jakarta aja!”
Danu melirik Sarah dengan tatapan dingin. Jantung Sarah jadi berdebar dibuatnya. Dan Danu tersenyum.
“Supaya aku bisa sering ketemu lagi sama kamu?”, tanya Danu. Sarah tersenyum malu niatnya terbaca oleh Danu.
Sarah membetulkan kardigannya. Udara terasa begitu dingin dirasanya. Padahal di dalam bis sangat sumpek. Mungkin karena cuasa malam hari.
“Kok udaranya dingin gini ya? Pantesan tadi tangan kamu dingin banget, tangan aku juga mulai dingin.”
“Tanganku dingin bukan karena udara kok!”, kata Danu datar, sejenak membuat Sarah takut. “Kan, grogi kenalan sama cewek selucu kamu..”’, lanjut Danu kemudian.
“Hehehe!”, Sarah tersenyum jadinya. “Eh, mau tuker nomer HP?”, tawar Sarah.
“Ngga usah! Nanti kalau pengen ketemu lagi, aku bisa nemuin kamu kapan pun kok.”
“Masa sih? Gimana bisa?”
“Ngga percaya? Liat aja ntar. Kita pasti bisa ketemu lagi. Biar lebih menantang. Jadi ngga usah tukeran nomer dulu. Gimana?”
“Hoeaaahhm! Iya deh!”, ujar Sarah sambil menguap. Rasa kantuk  mulai menghinggapinya. Matanya mulai terasa berat. Sejenak ia melihat sekeliling. Banyak penumpang lain yang tertidur. Bahkan ada dalam posisi  bergelantung. Dan hal terakhir yang dilihat Sarah sebelum ia benar-benar tertidur adalah senyuman Danu yang menurutnya sangat manis.
Setelah itu Sarah benar-benar tertidur lelap. Dan tak terasa sudah sampai di terminal bis Jakarta.
“Neng, bangun! Udah sampai!”, seorang kondektur membangunkan Sarah. Sarah pun mulai tergugah.
“Hoeaaahhm!”, sesekali ia masih menguap. Dan tak lama, ia mulai benar-benar sadar. Tapi Sarah bingung melihat posisi duduknya. Ia terduduk di lantai bis bersender pada sebuah kursi.
“Wah, Mang! Bangunin sih bangunin, tapi ngga usah mindahin saya ke bawah dong!”
“Yee.. siapa yang mindahin situ? Semalem juga neng tidur berdiri kok.”, sangkal si kondektur.
“Hah? Saya duduk kok!”
“Yaelah si Neng, dari berangkat juga ini bis udah penuh. Gimana mungkin neng bisa duduk. Kan neng penumpang terakhir. Udah ah, bayar ongkosnya!”
Sarah membayar ongkosnya dan keluar dengan perasaan bingung.
“Danu kemana? Apa gue cuma  mimpi?”, gumamnya.
“Bukan mimpi, Neng! Semalem neng emang ketemu sama dia. kebetulan dia lagi ikut. Saya tahu kok. Selama saya nyupir, saya liat neng ngobrol sama dia dari spion sesekali.”, ujar supir bis yang tiba-tiba muncul dan mengagetkan Sarah. Supir itu tersenyum.
“Dia bukan manusia lagi, Neng! Dia calon mahasiswa yang dulu ketabrak bis ini. Dan udah lama dia sering numpang di bis ini.”
“Hah?? Hantu maksudnya?”, Sarah nampak tak percaya. Dan si supir hanya mengangguk.
            Sarah pun mematung. Sementara di sudut bis, Danu memperhatikannya.
****

Yanti Kusmayanti
Bandung, 24 Februari 2009