Pagi itu Ergan dan Mitzy pergi ke kampus bersama-sama.
Mereka berjalan sambil bergenggaman tangan. Dan hal tersebut seperti biasanya
mengundang komentar dari orang-orang kampus yang melihatnya.
“Lihatlah mereka! Tidak pernah terlihat serasi. Tapi
bisa bertahan sampai satu tahun.”
Mitzy menahan nafas sejenak untuk menghilangkan
ganjalan hatinya ketika mendengar bisikan dari dua orang mahasiswi yang
memandangnya dengan tatapan meremehkan. Dan langkahnya tiba-tiba saja berhenti.
Otomatis langkah Ergan pun terhenti.
“Kamu jalan duluan saja! Aku harus ke perpustakaan.”,
kata Mitzy.
“Oh, baiklah kalau begitu kita bertemu lagi seusai
kelas terakhirmu ya! Kabari aku lagi nanti!”
Ergan melepaskan genggamannya dan bergegas menuju
kelasnya. Sedangkan Mitzy masih berdiri di tempatnya berpisah dengan Ergan.
Wajahnya tertunduk karena tidak sanggup melawan tatapan beberapa orang yang
sedari tadi memandangnya. Akhirnya, dia hanya bisa menyembunyikan dirinya di
balik tembok.
“Dia beruntung sekali bisa jadi kekasih Ergan.”
Lagi-lagi nafas Mitzy tertahan mendengar orang-orang
mulai membicarakannya.
“Iya betul! Padahal dia terlihat biasa-biasa saja. Dia
juga tidak begitu menonjol di bidang akademik. Jadi, apa ya yang dibanggakan
Ergan darinya?”
“Kalau jadi gadis biasa seperti Mitzy bisa menarik
perhatian Ergan, sudah dari dulu aku merubah penampilanku jadi sepolos dia.
Mungkin aku yang beruntung jadi pacarnya Ergan.”
“Aku kira selera Ergan itu tinggi.”
Mitzy ingin sekali beranjak dari tempat
persembunyiannya sekarang. Telinga dan hatinya semakin panas mendengar para
mahasiswi itu membicarakannya.
“Memang sedikit aneh kalau Valentine tahun kemarin
Ergan ternyata memilih Mitzy jadi pacarnya. Padahal banyak gadis cantik
mencarinya untuk dijadikan sasaran pernyataan cinta mereka.
Komentar demi komentar terus terlontar. Dan Mitzy
masih sabar mendengarnya.
“Mungkin dia pakai susuk!”
“Aku tidak melakukan itu!”, spontan Mitzy keluar dari
persembunyiannya dan langsung menampik pernyataan yang barusan terlontar dari
salah satu mahasiswi yang sedang membicarakannya. Reaksinya itu membuat semua
orang kaget karena tidak tahu kalau Mitzy ternyata masih ada di sana dan
mendengarkan semua komentar buruk tentangnya.
“Tuduhanmu terlalu menyakitkan!”, ujar Mitzy diiringi
air mata kemarahan. Tanpa menunggu yang lainnya berkata-kata lagi, Mitzy segera
mengambil langkah seribu sambil menangis menuju atap gedung kuliah.
Dipandangnya setiap sudut tempatnya berdiri sekarang. Dan tanpa sadar hal itu
membawanya mengenang peristiwa terindah dalam hidupnya satu tahun lalu.
***
Saat itu tanggal 14 Februari, semua orang biasa
merayakan Valentine pada tanggal itu. Seperti yang terjadi di kampus Mitzy
siang itu, semua orang sibuk memberikan coklat atau bunga pada orang yang
mereka sayangi. Namun, kebanyakan para mahasiswi yang mengambil kesempatan
untuk memberikan coklat pada orang yang dicintainya sebagai tanda kasih sayang.
Nampaknya, hanya beberapa orang yang acuh akan hari itu, termasuk Mitzy.
“Kamu tahu dimana Ergan?”
Mitzy menoleh pada seorang gadis yang sedang
menanyakan keberadaan Ergan. Itu adalah pertanyaan yang sama dari beberapa
gadis yang Mitzy temui siang itu. Hampir semua mencari keberadaan Ergan, sosok
idola para gadis di kampusnya. Hal itu membuat Mitzy diam-diam ikut mengagumi
sosok Ergan dalam hati.
Ergan
memang pantas dikagumi. Sosoknya yang tampan, cerdas, mudah bergaul,
berprestasi dan berasal dari keluarga
terhormat membuatnya terlihat sempurna di mata semua gadis. Walaupun sikapnya
memang sedikit acuh pada gadis-gadis yang berusaha mendekatinya, tapi itu tidak
membuat mereka menjauh dari Ergan. Gadis-gadis itu terus bersaing untuk mencuri
perhatian Ergan. Ini memang pemandangan yang sudah basi. Tapi, aku sendiri
tidak dapat memungkiri kalau aku pun menyukai sosok Ergan. Aku memang tidak
pernah punya keberanian seperti yang lainnya untuk terang-terangan mendekati
Ergan. Aku takut kecewa kalau dia memandangku dengan pandangan tak mengenakan
seperti dia memandang gadis-gadis yang mendekatinya. Ketakutan itu membuatku
sadar, aku bukan saja menyukainya tapi aku mencintainya.
Mitzy menghela nafas panjang menyadari dirinya begitu
pengecut. Dia kembali tersadar pada keadaan sekitar. Dan nama Ergan masih
menggema dimana-mana. Akhirnya Mitzy memutuskan untuk bergegas dari tempatnya
sekarang karena dia mulai iri dengan keberanian para gadis yang berniat
memberikan coklat buatan mereka pada Ergan.
Langkah kaki Mitzy membawanya menuju tempat favoritnya
apabila sedang suntuk dengan suasana kampus, yaitu atap gedung kuliah di
fakultasnya. Tempat itu memang biasa menjadi tempatnya menyendiri sambil
mengerjakan tugas kuliah atau sekedar membaca novel sambil menunggu jam kuliah.
Angin segar langsung menerpa wajahnya begitu Mitzy
sampai di atap gedung itu. Tiba-tiba saja Mitzy teringat sesuatu yang dia
simpan dalam tasnya. Perlahan gadis itu mengeluarkan kotak yang berisi risoles
buatannya. Dia tersenyum melihat kotak itu. Baru saja ia hendak membuka kotak
itu, terdengar suara seseorang menyapanya.
“Hai!”
Mitzy spontan berbalik setengah kaget. Jantungnya
langsung berdetak cepat begitu menyadari siapa yang menyapanya. Ternyata Ergan,
sosok yang sedang dicari para gadis itu ternyata ada di atap gedung juga. Dan
kedatangannya yang tiba-tiba itu berhasil membuat senyum kikuk terkembang di
bibir Mitzy.
Pandangan Mitzy tak lepas sedetik pun dari Ergan. Dan
Ergan pun sama-sama memandang Mitzy begitu tenang. Lalu mata laki-laki itu
teralihan pada sesuatu yang dipegang oleh Mitzy.
“Itu kotak coklat?”, tanyanya.
Mitzy langsung memandang kotak yang dipegangnya.
“Bukan! Ini…”, Mitzy tidak menyelesaikan kalimatnya.
Pandangannya kembali tertuju pada Ergan. “Sedang apa kamu di sini?”, tanyanya
kemudian untuk mengalihkan perhatian Ergan.
“Menunggu kamu!”
Mitzy tercengang oleh jawaban Ergan. Apa maksudnya? Tanyanya dalam hati.
Ergan melihat ekspresi Mitzy yang masih bengong langsung mengambil kesempatan
mengambil kotak yang dipegang gadis itu. Hal tersebut membuat Mitzy tak sempat
menghindar.
“Risoles?”, kata itu spontan terlontar dari mulut
Ergan dengan nada bingung ketika dia melihat isi kotak milik Mitzy. “Ketika
semua gadis sibuk membuat coklat untuk diberikan pada laki-laki yang mereka
cintai, kamu malah membuat risoles.”
“Bukan begitu! Risoles itu aku buat karena aku tahu
kamu tidak suka coklat atau makanan manis.”, kata itu terlontar dari mulut Mitzy
begitu spontan. Sampai-sampai gadis itu tercengang sendiri ketika menyadari apa
yang barusan dia katakan.
“Jadi ini kamu buat untuku?”, tanya Ergan setengah
tertawa.
Mitzy langsung tertunduk mendengar pertanyaan itu.
Entah kenapa hatinya merasa sakit mendengar pertanyaan Ergan. Ketakutannya
selama ini muncul dan membuatnya jadi sedikit emosi.
“Rasanya enak sekali!”, ujar Ergan yang diam-diam
memakan risoles itu. Komentar Ergan itu membuat Mitzy spontan mengambil
kotaknya kembali.
“Tidak seharusnya kamu mengambil kotak ini dariku dan
memakan isinya tanpa seizinku!”
“Bukankah kamu membuatnya memang untuku?”
Mitzy diam tak menjawab. Dengan tergesa dia langsung
bergegas. Namun, Ergan tak kalah gesit, dia menahan kepergian Mitzy dengan
menarik tangan gadis itu. Langkah Mitzy pun terhenti dan pandangannya langsung
tertuju pada genggaman tangan Ergan.
“Sudah aku bilang aku di sini untuk nunggu kamu. Jadi,
jangan pergi dulu!”
Entah sihir apa yang dimiliki Ergan. Kalimatnya itu
membuat Mitzy langsung mengurungkan niatnya pergi.
“Kita memang kurang akrab di kelas. Aku selalu melihat
kamu tidak pernah berani bertatapan denganku. Berbeda dengan gadis-gadis lain
yang justru sering mencuri pandang dan mengumbar senyum mereka padaku. Aku jadi
penasaran dengan sikapmu, dan selama ini diam-diam aku selalu memperhatikanmu.
Makanya aku tahu kalau kamu sering sekali ke sini dan berbicara dengan angin.”
“Kamu…”
“Iya! Dari kebiasaan anehmu itu aku bisa mengetahui
bagaimana perasaanmu yang begitu tulus padaku. Dan karena itu pula aku pun
jatuh cinta sama kamu.”
“Apa? Kamu jatuh cinta padaku?”, tanya Mitzy begitu
terkejut.
Ergan mengangguk sambil tersenyum, senyum yang hampir
tidak pernah dia berikan pada gadis-gadis lainnya selama ini. “Iya! Kamu tidak
pernah tahu kalau selama ini aku mendekatimu diam-diam. Kamu yang semakin
menyukaiku, terus mengutarakan perasaanmu itu pada angin. Dan aku menikmati itu
ketika aku memperhatikanmu dari situ!”, kata Ergan sambil menunjuk ke balik
pintu.
Mitzy sama sekali tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia
benar-benar tidak percaya akan apa yang sedang dihadapinya sekarang. Dia baru
saja mendengarkan pernyataan cinta dari Ergan, idola para mahasiswi kampusnya
yang selama ini hanya jadi obsesi terpendamnya.
“Ayo kita pacaran saja!”, kata Ergan tiba-tiba memecah
keheningan. Dan seketika itu juga mata Mitzy langsung terbelalak kaget.
Tenggorokannya mendadak kering.
“Kamu mau jadi pacarku?”, tanya Ergan karena Mitzy
tidak bersuara.
“I…iya!”
Ergan tersenyum mendengar satu kata yang keluar secara
terbata dari mulut Mitzy begitu saja. Sedangkan gadis itu masih menganggap
dirinya sedang bermimpi.
***
“Sudah aku duga kamu ada di sini.”
Mitzy tergugah dari lamunannya akan kenangan satu
tahun yang lalu begitu mendengar suara Ergan. Dan ketika dia melirik ke arah
suara, pacarnya itu sedang tersenyum sambil memerhatikannya.
Dia memang
terlalu sempurna untukku! Bisik hati
Mitzy.
“Aku mencari sampai ke kelas terakhirmu tapi katanya
kamu tidak masuk kelas. Kamu bolos ya?”
“Maaf!”, hanya itu yang terlontar dari mulut Mitzy.
Ergan tidak berkata apa-apa lagi untuk membahasnya lebih lanjut karena
dilihatnya raut wajah Mitzy yang sedih dan nampak seperti habis menangis. Dia
tidak ingin menekan perasaan gadis yang sangat dicintainya itu. Dan Ergan pun
segera mengalihkan pembicaraan.
“Oh iya, nanti malam aku ingin mengajakmu ke pesta
pertunangan anaknya relasi papaku. Aku diminta mewakili papa karena beliau
tidak bisa hadir. Kamu bisa?”
“Maaf, aku tidak bisa. Kebetulan nanti malam aku harus
bekerja di kateringnya Paman Heri. Lumayan upahnya buat uang jajan tambahan.”
“Berarti nanti malam kamu sama sekali tidak bisa pergi
denganku walau bukan ke pesta itu?”
“Apa kita memang harus pergi berdua malam ini?”, Mitzy
nampak keheranan dengan pertanyaan Ergan.
“Tentu saja kita harus bisa pergi berdua malam ini
karena hari ini penting untuk kita.”
Mitzy mengerutkan keningnya tanda keheranan dengan
pernyataan Ergan.
“Tapi sepertinya aku bisa izin bekerja sampai jam
sepuluh saja. Jadi kita bisa pergi setelah itu. Bagaimana?”
“Boleh juga! Nanti biar aku jemput kamu.”
***
Mitzy nampak sibuk menata minuman untuk para tamu
undangan pesta yang menyewa jasa catering Paman Heri tempatnya bekerja paruh
waktu saat ini. Gadis itu dengan ramah mempersilahkan para tamu memilih minuman
yang mereka inginkan.
“Pestanya ramai sekali ya, Zy!”, kata Nuri, teman satu
stand Mitzy mengomentari suasana malam itu.
“Ya namanya juga pesta, pasti ramai. Kalau sepi, ya
kuburan namanya.”
“Bukan begitu maksudku! Tamu-tamu yang hadir di sini
cantik-cantik dan tampan-tampan ya, jadi membuat suasananya ramai.”
“Apa hubungannya tamu yang cantik dan tampan itu
dengan ramainya pesta ini?”, tanya Mitzy keheranan dengan pernyataan temannya
itu.
“Hehehe! Sebenarnya tidak ada hubungannya juga kok.”,
ujar Nuri jadi tersenyum sendiri. “Hanya saja melihat tampang-tampang glamour
dari para tamu membuatku merasa takjub. Apalagi gerombolan yang di sana. Coba
saja kamu lihat mereka!”
Mitzy menoleh ke arah segerombolan tamu undangan yang
ditunjukkan oleh Nuri. Benar saja, tamu-tamu itu terlihat sangat menawan. Ada
tiga pasang pria dan wanita yang saling bergandengan.
“Lihat kan? Para prianya tampan dipasangkan dengan
gadis-gadis cantik. Sangat serasi! Terutama pasangan pria yang memakai kemeja
hitam yang bergandengan dengan gadis yang memakai gaun selutut berwarna merah
itu. Wah, mereka benar-benar cocok! Iya kan?”
Nuri terdiam menunggu reaksi Mitzy. Namun, kawannya
itu malah diam terpaku sambil terus menatap gerombolan tamu yang ditunjukan
Nuri. Pandangan Mitzy nampak marah, sedih dan kecewa. Ternyata pasangan yang
barusan dipuji Nuri adalah Ergan, pacarnya yang sedang menggandeng seorang
gadis yang sangat cantik. Dan dalam hati Mitzy mengakui mereka memang cocok.
Mungkin,
seharusnya dari dulu Ergan jalan dengan gadis secantik pasangan yang dibawanya
itu. Bukan denganku yang hanya gadis biasa-biasa saja. Dia pasti lebih bangga
mengajak gadis secantik itu kemanapun dia pergi daripada denganku.
Mitzy tak kuasa melihat pemandangan tersebut lebih
lama lagi. Dia segera mengalihkan pandangannya dan menyembunyikan matanya yang
tanpa terasa sudah berair. Sedangkan Nuri asyik melayani tamu yang meminta
diambilkan minumannya.
“Saya minta orange juice dua ya!”, terdengar suara
merdu seorang gadis. Mitzy yang tertunduk langsung menengadah sambil tersenyum
kembali untuk melayani tamu yang barusan berbicara dengannya. Namun senyumnya
itu langsung hilang begitu tahu siapa yang ada di hadapannya sekarang.
“Mitzy?”, suara Ergan terdengar begitu tenang. Tanpa
berkata apa-apa, Mitzy langsung bergegas meninggalkan stand minuman yang dijaganya itu.
“Zy!”, teriak Nuri memanggil temannya itu. Tapi Mitzy
sama sekali tidak menoleh. Gadis itu berjalan begitu cepat. Pandangan Nuri pun
kembali pada tamu-tamunya. Dan sepintas ditatapnya laki-laki yang tadi menyebut
nama Mitzy.
***
Mitzy sudah berganti pakaian dan segera keluar dari
tempat pesta itu dengan perasaan penuh dilema. Dia meminta izin pulang lebih
cepat dengan alasan tidak enak badan. Untung saja Paman Heri baik hati
membolehkannya pulang.
Mitzy memandang langit malam yang gelap dengan maksud
untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Namun, hatinya tak kuasa menahan
tangis itu.
“Kenapa kamu lari?”, tanya Ergan yang ternyata sudah
menunggu Mitzy di luar. Mitzy langsung menoleh dengan kagetnya karena tiba-tiba
ada Ergan di sampingnya.
“Ayo ikut denganku!”, kata Ergan lagi tanpa menunggu
jawaban Mitzy.
Mitzy mengikuti langkah Ergan dengan perasaan campur
aduk. Dia sudah tak kuat menahan kesedihan dalam hatinya. Menangisi dirinya
sendiri yang selama ini selalu dipojokan orang karena dianggap tidak pantas
berdampingan dengan laki-laki yang sempurna seperti Ergan.
“Gadis yang bersamaku tadi namanya Yura. Dia itu
sepupuku!”, kata Ergan tiba-tiba tanpa melirik Mitzy. Mitzy pun tidak
berkomentar sama sekali dengan pernyataan Ergan itu. Mereka berdua terus
berjalan sampai berhenti di tempat Ergan memarkirkan mobilnya.
“Kita putus saja!”, kata-kata itu tiba-tiba saja
keluar dari mulut Mitzy. Ergan spontan berbalik menatap pacarnya yang
tertunduk. Hatinya langsung panas mendengar Mitzy berkata seperti itu.
“Coba katakan sekali lagi!”, suara Ergan terdengar
marah.
“Kita… putus saja!”, kata Mitzy mengulang kalimatnya
dengan suara bergetar.
“Katakan itu sambil menatap mataku!”
Mitzy tak menuruti perintah Ergan karena dia memang
tidak sanggup memandang mata orang yang paling dicintainya itu. Sedangkan Ergan
terus menatap tajam ke arah gadisnya.
“Kenapa kamu mengatakan kalimat yang paling aku benci
itu? Apa salahku?”
“Bukan kamu yang salah!”, akhirnya Mitzy berani menatap
Ergan. “Aku yang salah. Aku tidak pernah jadi lebih baik di mata orang-orang
saat ada di dekat kamu. Tidak pernah jadi kekasih yang bisa kamu banggakan. Aku
yang salah, Gan! Berani-beraninya aku mencintai orang seperti kamu. Padahal aku
tidak punya sesuatu yang lebih untuk mengimbangi kamu. Aku seharusnya sadar
diri sejak dulu. Bukannya mulai menyadari ini ketika melihat kamu bergandengan
dengan gadis cantik di pesta tadi.”, Mitzy terus berkata penuh emosi hingga air
matanya jatuh.
“Sudah aku bilang gadis itu sepupuku!”
“Ini bukan masalah siapa gadis yang kamu bawa tadi,
Gan! Ini tentang dilema hatiku selama ini.”
Ergan diam tak berkomentar.
“Dulu aku hanyalah pengagummu yang paling pengecut
karena tidak pernah berani mengungkapkan perasaanku. Aku hanya bisa bercerita
pada angin tentang perasaanku yang mencintaimu diam-diam. Tak pernah sedikitpun
aku berani bermimpi memilikimu karena aku takut kecewa oleh mimpi itu. Sampai
akhirnya kamu menyatakan perasaanmu padaku dan memintaku jadi kekasihmu. Itu
benar-benar kebahagian terbesar yang pernah aku rasa, mimpi yang jadi nyata
sebelum sempat aku mimpikan. Namun, ternyata kebahagian itu sesaat. Hatiku penuh
dilema ketika orang-orang memandang rendah ke arahmu karena bergandengan
denganku, seorang gadis biasa yang tidak punya sesuatu untuk dibanggakan.
Mereka menilaimu buruk karena memilihku.”
“Aku tidak pernah peduli dengan perkataan orang lain!”
“Tapi aku peduli!”, suara Mitzy semakin meninggi.
Keheningan malam itu membuat suaranya jelas terdengar penuh getaran kesedihan.
“Aku harus segera bangun dari mimpi ini! Kamu terlalu sempurna untuku. Dan aku
tidak pernah sanggup membangun kepercayaan diri untuk terus bertahan di
sampingmu. Jadi, sebaiknya kita berakhir saja karena kamu pantas mendapatkan
yang lebih segalanya daripada aku.”
Suasana hening sejenak. Ergan belum berkata apa-apa
setelah Mitzy selesai mengutarakan kebimbangannya selama ini. Mata Ergan
memerah karena marah dan sedih mendengar perkataan Mitzy, gadis yang
benar-benar tulus ia cintai. Karena Ergan tidak bersuara, Mitzy mengambil
langkah untuk pergi. Tapi…
“Kita adalah manusia, makhluk sempurna yang diciptakan
Tuhan. Jadi jangan pernah merasa kamu lebih rendah dari siapapun! Dan asal kamu
tahu, aku tidak akan pernah menjadi laki-laki sempurna kalau tidak memiliki
sebelah tulang rusukku.”, Ergan akhirnya berkata-kata. Dan perkataannya membuat
Mitzy menghentikan langkahnya tanpa berbalik kembali ke arah Ergan. “Hawa
tercipta dari tulang rusuk seorang Adam. Itulah tanda mereka berjodoh karena
bagaimanapun Adam membutuhkan Hawa untuk menopang hatinya. Aku yakin kamu
adalah tulang rusukku. Bagaimana aku bisa menjadi sempurna kalau kamu pergi,
Mitzy?”
Mitzy tidak sanggup menjawab pertanyaan Ergan. Gadis
itu kembali melangkah menjauh dari tempat Ergan berdiri.
“Kalau berpisah membuatmu bahagia, aku akan
menerimanya. Tapi aku tetap menunggu sampai hatimu terbuka kembali untuku. Happy anniversary!”, kata Ergan spontan
ketika melihat Mitzy semakin menjauhinya.
Kata terakhir Ergan membuat Mitzy merasakan perih yang
mendalam. Dia baru teringat hari itu adalah tanggal 14 Februari. Tepat satu
tahun mereka pacaran.
Maafkan
aku, sekarang aku sadar ternyata mengagumimu dari jauh lebih indah daripada
memilikimu dari dekat. Kalau aku tercipta dari tulang rusukmu, pasti Tuhan akan
menyatukan kita lagi dengan cara yang lebih indah. Aku mencintaimu!
****
Yanti Kusmayanti
Bandung, 22 September 2009