Jumat, 02 Januari 2015

PERKENALAN DI BIS MALAM


Jakarta…Jakarta..tinggal satu bis lagi yang mau ke Jakarta. Ini bis paling malam menuju  Jakarta. Ayo.. yang mau ke Jakarta!”, suara seorang kondektur  begitu nyaring terdengar, meramaikan suasana di terminal malam yang sebenarnya sudah sangat sepi. Dan perhatian Sarah tertuju pada sang kondektur.
“Mau ke Jakarta, Neng?”, tanya kondektur itu menghampiri Sarah.
Sarah tidak menggubrisnya. Ia sekarang sedang memperhatikan bis terakhir menuju Jakarta. Tampak sudah penuh dijejali orang, tapi kondektur itu masih juga menawarkan tumpangan kepada yang lainnya.
“Woy..Neng!!”, tegur si kondektur karena Sarah tidak menjawab tawarannya tadi.
“Eh..iya , Mang! Ini bis  terakhir kan?”
“Iya, Neng. Kalau jam segini biasanya udah ngga ada bis lagi. Paling kalau neng ngga mau ikut bis ini, neng harus nunggu ntar sampai pagi.”
Sarah malah terdiam dibuatnya.
Gila, desek-desekan kayak gitu dari Yogya ke Jakarta.
“Ya udah neng, kalau mau nginep di terminal, kita mau pergi sekarang, udah penuh!”
“Eh iya deh mang, saya naek.”
Terkemabang senyum di wajah kondektur yang kelelahan. Ia lalu membawakan tas besar bawaan Sarah. Sarah sendiri mulai menghampiri bis.
Berada di dalam bis jauh lebih buruk dari yang diihat Sarah dari luar tadi. Bis benar-benar sesak dan banyak penumpang yang bergelantungan.
Kayaknya gue juga mesti gelantungan gitu.
Tapi baru saja Sarah berpikir begitu. Dilihatnya sebuah kursi kosong, dan di sebelahnya duduk seorang cowok.
Cakep banget!
Sarah celingukan melihat orang – orang.
Mereka buta ya? Ada kursi kosong tapi kok ngga ada yang mau duduk. Mana temen duduknya mantep gitu.
Secara perlahan Sarah menghampiri bangku tadi.
“Boleh duduk di sini?”, tanya Sarah ragu. Dan si cowok mendongak ke arahnya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk.
Haha..kalau kayak gini situasinya, sepanjang jalan gue ngga akan kecapean nih…
“’Kenapa, Mbak?”, sapa cowok itu melihat Sarah nyengir sendiri.
“Eh? Ngga kenapa – kenapa kok! Jangan manggil mbak ya, panggil Sarah aja, Mas!”
“Jangan panggil Mas ya! Panggil Danu aja, Sarah!”, balas cowok yang bernama Danu itu sambil tertawa geli. Sarah jadi kikuk. Tapi kemudian mereka tertawa bersama. Dan anehnya orang – orang dalam bis itu sepertinya tidak ada yang terganggu karena gelak tawa mereka yang terdengar sedikit aneh.
“Kita ini konyol banget ya?”, kata Sarah.
“Kita? Kamu aja kali..”
“Eh? Iya deh aku yang konyol.”
“Hahaha!”, mereka kembali tertawa.
Aduh mama..greget deh ngeliat senyum cowok ini. Kok ganteng banget sih? Huahaha, gue jadi pengen cepet  kawin kayak Kak Laras nih. Hahaha.. aduh mama mimpi apa ya gue ampe ketumu cowok secakep ini?
“Kok cengengesan lagi?”, lagi – lagi Danu menegur Sarah yang melakukam tindakan bodoh. “Hobi ya?”, lanjutya lagi.
Sarah hanya nyengir ditanya seperti itu. Danu tersenyum aneh. “Hm..hobi yang aneh. Eh, ngomong – ngomong kamu dari mana? Malam – malam begini naek bis sendirian..”
“Kakakku baru aja nikah. Tapi aku harus balik ke Jakarta. Aku kuliah disana.”
“Kenapa malam begini, ngga besok aja?”
“Besok aku ada kuis siang harinya. Takut ngga sempet kalau pulang pagi.”
“Kamu pulang sendrian aja?”
“Iya! Orang tuaku masih disini.”
“Ngga minta temenin pacar?”
“Ah, aku sih ngga punya pacar. Tapi kalau kamu mau, boleh aja. Hehehe!”, Sarah dengan lancar menjawab pertanyaan Danu. Danu terdiam dibuatnya. Aneh sepertinya melihat Sarah yang selalu betingkah konyol tapi membuatnya agak geli. Sarah langsung terdiam melihat ekspresi Danu.
“Cuma bercanda, maklum kalau lagi cape aku emang suka bercanda berlebihan kayak barusan. Hehee.. maaf ya!”
Danu hanya tertawa geli mendengarnya.
Dasar Sarah idiot! Ngomong apa sih gue?
Sarah menghujam dirinya sendiri yang melakukan tindakan konyol untuk yang kesekian kalinya.
“Kamu tuh lucu banget sih. Aku kayaknya bakalan seneng punya temen deket kayak kamu…”, aku Danu.
“Wah, oh ya? Sama dong, aku juga bakal seneng kalau kamu jadi temen deket aku, ganteng sih. Ups!”, Sarah langsung menutup mulutnya. Lagi – lagi Danu tertawa geli karenanya. Dan muka Sarah mulai memerah.
“Kita temenan? Ok?”, Danu mengulurkan tangannya dan sesegera mungkin Sarah menyambar tangan Danu untuk membalas uluran tangan yang ia harapkan dari tadi.
“Tangan  kamu dingin banget, grogi ya kenalan sama aku? Hehehe..”
“Hahaha!”, Danu hanya tertawa mendengarnya.
Dalam beberapa saat mereka masih asyik mengobrol. Tapi kini mereka dalam diam. Danu terus menatap ke depan dengan ekspresi dingin dikala diam. Pandanganya terasa sunyi. Sarah diam – diam sering melirik ke arahnya.
­_Yan, gue lagi di bis nih, mau balik ke Jkt. Gila ya…cowok yang duduk di samping gue ganteng banget. –send-
Sarah mengirim sms pada Yanti, sahabatnya. Dan tidak lama kemudian ada balasannya.
_wah, gue jd khawtir sama lo. Lo kan suka rada kumat kalau ketemu cowok ganteng. ­_
­_Kurang ajar lo. Lo ngga akan nyangka, gue dah ngobrol banyak sama dia. Tapi sekarang gue lagi abis bahan obrolan. Ada saran?_
_Bgs donk! Tp pasti tingakah lo konyol. Gue yakin! Eh, lo dah tanya nama dia blm? Sganteng apa sih sampe lo semangat banget sms gue. Dah malam tau!_
_Hahaha! Sarah gitu loch! Namanya Danu. Mm..sganteng apa? Pokoknya ganteng banget. Tipe gue banget deh. Mantap. Hehe.._
“Asik banget sms-annya..”, tegur Danu tiba-tiba.
“Eh? Hehe..”, Sarah langsung menyembuyikan HP-nya. “Ngasih kabar ke pembantu di rumah aku mau pulang malam ini.”
“Oh, kayaknya akrab banget sama pembantunya.”
“Iya!”, ujar Sarah polos.
Bisa mati gue kalau si Yanti tahu gue bilang dia pembantu gue. Bisik hati Sarah.
“Eh, Dan ! kamu ke Jakarta ada urusan atau emang tinggal disana?”, Sarah membuka topik lagi.
“Sebenarnya aku sendiri ngga tahu pasti..”
“Lho? Aneh!”
Danu tersenyum. “Iya, jadi aku tuh kadang tinggal disana, tapi ngga lama kemudian bisa aja ada di lain tempat. Tergantung  keinginan hati. Kalau aku pengen ke Jakarta, ya aku di sana. Kalau ngga mau, tinggal pergi lagi.”
“Wah, kayak petualang gitu maksud kamu? Emang kamu ngga kuliah atau kerja gitu?”
“Sebenarnya aku pengen kuliah, tapi ngga bisa. Dan aku juga pengen bisa netap di suatu tempat aja.”
“Oh! Kalau gitu kamu netap di Jakarta aja!”
Danu melirik Sarah dengan tatapan dingin. Jantung Sarah jadi berdebar dibuatnya. Dan Danu tersenyum.
“Supaya aku bisa sering ketemu lagi sama kamu?”, tanya Danu. Sarah tersenyum malu niatnya terbaca oleh Danu.
Sarah membetulkan kardigannya. Udara terasa begitu dingin dirasanya. Padahal di dalam bis sangat sumpek. Mungkin karena cuasa malam hari.
“Kok udaranya dingin gini ya? Pantesan tadi tangan kamu dingin banget, tangan aku juga mulai dingin.”
“Tanganku dingin bukan karena udara kok!”, kata Danu datar, sejenak membuat Sarah takut. “Kan, grogi kenalan sama cewek selucu kamu..”’, lanjut Danu kemudian.
“Hehehe!”, Sarah tersenyum jadinya. “Eh, mau tuker nomer HP?”, tawar Sarah.
“Ngga usah! Nanti kalau pengen ketemu lagi, aku bisa nemuin kamu kapan pun kok.”
“Masa sih? Gimana bisa?”
“Ngga percaya? Liat aja ntar. Kita pasti bisa ketemu lagi. Biar lebih menantang. Jadi ngga usah tukeran nomer dulu. Gimana?”
“Hoeaaahhm! Iya deh!”, ujar Sarah sambil menguap. Rasa kantuk  mulai menghinggapinya. Matanya mulai terasa berat. Sejenak ia melihat sekeliling. Banyak penumpang lain yang tertidur. Bahkan ada dalam posisi  bergelantung. Dan hal terakhir yang dilihat Sarah sebelum ia benar-benar tertidur adalah senyuman Danu yang menurutnya sangat manis.
Setelah itu Sarah benar-benar tertidur lelap. Dan tak terasa sudah sampai di terminal bis Jakarta.
“Neng, bangun! Udah sampai!”, seorang kondektur membangunkan Sarah. Sarah pun mulai tergugah.
“Hoeaaahhm!”, sesekali ia masih menguap. Dan tak lama, ia mulai benar-benar sadar. Tapi Sarah bingung melihat posisi duduknya. Ia terduduk di lantai bis bersender pada sebuah kursi.
“Wah, Mang! Bangunin sih bangunin, tapi ngga usah mindahin saya ke bawah dong!”
“Yee.. siapa yang mindahin situ? Semalem juga neng tidur berdiri kok.”, sangkal si kondektur.
“Hah? Saya duduk kok!”
“Yaelah si Neng, dari berangkat juga ini bis udah penuh. Gimana mungkin neng bisa duduk. Kan neng penumpang terakhir. Udah ah, bayar ongkosnya!”
Sarah membayar ongkosnya dan keluar dengan perasaan bingung.
“Danu kemana? Apa gue cuma  mimpi?”, gumamnya.
“Bukan mimpi, Neng! Semalem neng emang ketemu sama dia. kebetulan dia lagi ikut. Saya tahu kok. Selama saya nyupir, saya liat neng ngobrol sama dia dari spion sesekali.”, ujar supir bis yang tiba-tiba muncul dan mengagetkan Sarah. Supir itu tersenyum.
“Dia bukan manusia lagi, Neng! Dia calon mahasiswa yang dulu ketabrak bis ini. Dan udah lama dia sering numpang di bis ini.”
“Hah?? Hantu maksudnya?”, Sarah nampak tak percaya. Dan si supir hanya mengangguk.
            Sarah pun mematung. Sementara di sudut bis, Danu memperhatikannya.
****

Yanti Kusmayanti
Bandung, 24 Februari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar